
Anthony Wonsono dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
Anthony Wonsono dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
Cyberthreat.id - Distribusi konten media online atau media siber kini mayoritas beredar di platform raksasa teknologi semacam Facebook dan Twitter (lewat berbagi tautan), dan Google melalui Google News atau hasil pencarian.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) melihat ada tiga dampak utama dari sisi distribusi produk jurnalistik yang dikuasai oleh platform raksasa teknologi.
"Jurnalis versus netizen, jurnalistik versus algoritma ada dampak terhadap pada kualitas konten atau informasi yang disajikan pada publik dan sustainability (keberlanjutan), kebergantungan model bisnis terhadap platform," ujar Pengurus Pusat AMSI, Anthony Wonsono, dalam acara Konvensi Nasional Media Massa Hari Pers Nasional 2021, Senin (8 Februari 2021).
Pertama, jurnalis versus netizen. Anthony menjelaskan ini sisi akuntabilitas di mana platform mendistribusikan konten seringkali tanpa membedakan produksi berita oleh media yang telah melalui serangkaian proses jurnalistik seperti tahapan verfikasi (untuk menguji akurasi sebuah isu) dan yang tidak melakukannya. Hal ini, kata Anthony, sangat bahaya terhadap isu kohesi sosial maupun nasional dan cenderung akan menyebabkan penyesatan terhadap publik.
"Itu sebabnya konten berkualitas dan konten abal-abal dinilai sama derajatnya seringkali kita harus mengakui bahwa masyarakat umum tidak bisa membedakan konten berkualitas dengan konten yang tidak ada basisnya," kata Anthony yang juga Direktur Beritasatu Media Holdings.
Kedua, jurnalistik vs algoritma. Menurutnya, media siber saat ini disetir oleh algoritmanya platform itu sendiri sehingga bukan lagi membuat konten untuk kepentingan publik itu sendiri.
"Algoritma mempengaruhi cara kerja jurnalis di newsroom. Industri pers tiba-tiba harus mepertimbangkan cara kerja si mesin dalam produk mereka dan seringkali ini mengganggu kualitas," ujarnya.
Anthony mengatakan konten yang diproduksi karena algoritma ini adalah konten yang disukai publik karena mengejar klik atau komentar yang sekiranya akan membuat volume sebaran menjadi tinggi, sehingga selera publik yang menyetir jurnalisme. Ini pun sangat berbahaya untuk kelanjutan industri media siber karena pers jadinya seringkali menulis apa yang disukai publik ketimbang yang seharusnya penting bagi publik.
Ketiga, kebergantungan model bisnis terhadap platform. Anthony mengatakan perusahaan pers sangat bergantung pada platform sekarang ini sehingga berkaitan dengan isu keberlanjutan perusahaan pers secara keseluruhan.
Terkait tiga isu ini, Anthony mengatakan solusinya yakni edukasi kepada distributor berita atau platform, pengiklan, serta publik. Adapun solusi lain juga yakni peran pemerintah yang dapat menjembatani dan memfasilitasi negosiasi yang sehat antara platform dan perusahaan media dengan mendorong platform bertanggung jawab atas konten yang disebarkan melalui platform mereka masing-masing.
Selain itu, Anthony mengatakan perusahaan media siber memang perlu kerja sama dengan platform.
"Mau tidak mau harus bekerja sama, dan kita melihat hal ini sebagai pembagian revenue dengan publisher," ujarnya.
Terkait kerja sama ini, menurutnya Indonesia belum begitu maksimal karena peraturan pemerintah terkait isu ini juga belum digagas dengan cukup luas. Anthony menjelaskan terkait bentuk kerja sama itu sudah ada inisiatif konten berbayar dari sisi platform yakni News Showcase Google, Facebook Instant Article, dan Apple News Plus.
Terakhir, solusinya adalah mencari alternatif pendapatan sehingga tidak bergantung pada platform serta memikirkan adanya model langganan atau berbayar yang berkolaborasi dengan perusahaan teknologi (e-commerce, fintech, dan telco).
"Kalau kita masuk ke dalam bisnis model sudah ada tren perlahan tapi pasti perusahaan pers sudah bisa independen, tidak usah bergantung pada platform untuk menjalankan tugasnya kita sebagai perusahaan pers," tegas Anthony.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: