IND | ENG
Soal Skandal Cambridge Analytica, Facebook Bayar US$ 643.000

Ilustrasi | Foto: Cyberthreat/Faisal Hafis (M)

Soal Skandal Cambridge Analytica, Facebook Bayar US$ 643.000
Andi Nugroho Diposting : Kamis, 31 Oktober 2019 - 16:45 WIB

Cyberthreat.id – Facebook akhirnya mencapai kesepakatan dengan pemerintah Inggris untuk membayar denda sebesar US$ 643.000 (lebih dari Rp 9 miliar) terkait skandal Cambridge Analytica yang terungkap pada tahun lalu.

Sebelumnya, raksasa jejaring sosial tersebut itu mengajukan banding terhadap gugatan Kantor Komisaris Informasi (ICO) Inggris. Pada Juni lalu, pengadilan menyetujui bahwa proses pengambilan keputusan pengawas (ICO) harus diperiksa untuk menyelidiki dugaan bias. ICO pun mengajukan banding atas putusan tersebut pada September kemarin.

Akhirnya, kedua belah pihak sekarang telah setuju untuk menarik banding masing-masing, demikian seperti diberitakan Infosecurity Magazine, Rabu (30 Oktober 2019). Itu berarti Facebook akan membayar Rp 9 miliar. Kedua belah pihak akan membayar biaya hukum mereka sendiri.

“Kekhawatiran utama ICO adalah bahwa data warga negara Inggris terpapar risiko bahaya serius. Perlindungan informasi pribadi dan privasi pribadi sangat penting, tidak hanya untuk hak individu, tetapi juga seperti yang kita ketahui sekarang, untuk pelestarian demokrasi yang kuat,” kata Wakil ICO James Dipple-Johnstone.

“Kami senang mendengar bahwa Facebook akan melakukan langkah-langkah signifikan untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar perlindungan data. Dengan komitmen kuat untuk melindungi informasi pribadi dan privasi orang, kami berharap Facebook akan dapat bergerak maju dan belajar dari peristiwa-peristiwa dalam kasus ini,” ujar dia.

Skandal ini mengenai pengumpulan informasi pribadi 87 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica (CA), konsultan politik pada 2014. Data ini digunakan untuk mempengaruhi pandangan pemegang hak pilih sesuai keinginan politikus yang mengontrak CA.

Pada Desember 2015, The Guardian melaporkan bahwa politikus Amerika Serikat, Ted Cruz, memanfaatkan data yang bocor ini. Para pemilik data tidak tahu bahwa informasi pribadi mereka dijual oleh perusahaan dan dibeli oleh politikus.

Pada Maret 2018, The New York Times, The Guardian, dan Channel 4 News merilis laporan yang lebih terperinci tentang kebocoran data ini dengan informasi baru dari mantan karyawan CA, Christopher Wylie.

Pengungkapan itu memantik diskusi terbuka tentang standar etika perusahaan media sosial, organisasi konsultasi politik, dan politikus. Aktivis hak konsumen menuntut adanya perlindungan bagi konsumen media daring dan hak privasi serta pencegahan misinformasi dan propaganda.

Denda yang dikeluarkan adalah denda maksimum yang langka di bawah undang-undang perlindungan data lama—sebelum regulasi GDPR. Denda tersebut menambah deretan cobaan pahit bagi Facebook. Awal 2019, di AS Facebook juga didenda US$ 5 miliar oleh FTC.

Menaggapi guatan itu, penasihat umum rekanan Facebook, Harry Kinmonth, mengatakna, ICO tidak menemukan bukti bahwa pengguna di Uni Eropa memindahkan data mereka oleh Aleksandr Kogan, pegembang aplikasi yang diterapkan ke Cambridge Analytica.

#facebook   #perlindungadatapribadi   #mediasosial   #cambridgeanalytica   #ICO   #inggris   #GDPR

Share:




BACA JUGA
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual
Meta Luncurkan Enkripsi End-to-End Default untuk Chats dan Calls di Messenger
Malware NodeStealer Pasang Umpan Wanita Seksi untuk Bajak Akun Bisnis Facebook
Perlindungan Data Pribadi, Meta Luncurkan Facebook dan Instagram Bebas Iklan di Eropa