
Ilustrasi
Ilustrasi
Jakarta, Cyberthreat.id - Sikap penentangan yang ditunjukkan negara-negara G7 terhadap mata uang digital Libra milik Facebook, Sabtu (20 Juli 2019), memanaskan pemberitaan dunia.
Sebagaimana dilansir Cyberthreat.id sebelumnya (di sini), Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire menegaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam organisasi G7 menentang ide dari berbagai perusahaan teknologi terkait uang digital.
Sebelumnya, aroma penolakan tersebut sejatinya juga terjadi di Amerika Serikat sendiri, yang tak lain adalah negara asal mata uang digital Libra tersebut.
Bahkan, salah satu orang penting di perusahaan milik Mark Zuckerberg tersebut, David Marcus, bahkan harus berurusan dengan senator di "Negeri Paman Sam" itu. Pasalnya, gagasan peluncuran mata uang digital Libra, memunculkan kecurigaan hingga ketakutan dengan berbagai kemungkinan yang terjadi.
Terlebih lagi, dengan keberadaan mata uang itu, kewenangan yang dimiliki mereka akan setara dengan wewenang sebuah negara. Ini dipandang sangat membahayakan dan mengancam sistem keuangan dunia.
Hal itulah yang membuat pihak Facebook harus berurusan dengan pihak senator yang menangani persoalan moneter.
Sherrod Brown, salah seorang senator dari Partai Demokrat, menjelaskan bahwa pihak Facebook menunjukkan gelagat tidak beres, dan menjurus skandal dengan gagasan mata uang digital tersebut.
"Maka itu, mereka sangat tidak layak bisa mendapatkan kepercayaan dari kami," katanya kepada pers.
Bahkan, Brown menegaskan bahwa sebaiknya pihak Facebook menuntaskan lebih dulu berbagai masalah yang lahir akibat ulah mereka, semisal persoalan privasi para pengguna media sosial tersebut.
"Sama saja kami dengan orang tidak waras jika membiarkan mereka begitu juga bereksperimen dengan rekening bank banyak orang," kata Brown, tegas.
Nada penolakan itu tidak hanya berasal dari Partai Demokrat. Namun, pihak Partai Republik yang terkenal acap berseberangan dengan Demokrat pun menunjukkan irama senada dengan partai lawan.
Sebut saja Martha McSally yang juga merupakan seorang senator dan berasal dari Partai Republik, pun menunjukkan penolakan tersebut. "Saya tidak percaya kepada mereka," katanya secara terbuka. "Saat semestinya mereka membereskan masalah yang mereka ciptakan, justru mereka menjalankan model bisnis baru lagi."
Nada penolakan itu juga yang muncul di kalangan negara-negara G7 baru-baru ini.
Salah satu anggota Dewan Bank Sentral Eropa Benoit Coeure mengatakan, pada pertemuan G7, membeberkan kelebihan dan kekurangan dari gagasan tersebut.
Menurut Coeure, stablecoin jika digunakan sekadar untuk tujuan ritel memang bagus. Pasalnya, dengan itu akan dapat memberikan layanan pengiriman uang yang lebih cepat dan lebih murah. Selain itu, juga akan dapat memacu persaingan untuk pembayaran. Di samping, hal itu juga dapat membantu menurunkan biaya, dan mendukung inklusi keuangan yang lebih besar.
Persoalannya, menurut Coeure, gagasan tersebut memiliki risiko yang juga tidak kalah besar dan bahkan cenderung berbahaya.
"Keberadaannya menimbulkan risiko terhadap terkait prioritas kebijakan publik," kata Coeure. "Risikonya berdampak hingga pada potensi terjadinya gerakan anti pencucian uang dan melawan pendanaan terorisme, perlindungan konsumen dan data, ketahanan dunia maya, persaingan yang sehat, serta kepatuhan pajak."
Share: