
Aplikasi YOLO | Foto: blogs.systweak.com
Aplikasi YOLO | Foto: blogs.systweak.com
Cyberthreat.id – Snap Inc, pengembang aplikasi berbagi foto dan video Snapchat, akhirnya menghentikan dua aplikasi, YOLO dan LMK, terintegrasi dengan platformnya setelah seorang ibu menggugatnya di pengadilan distrik di California Utara.
Gugatan yang diajukan Kristin Bride pada Senin (10 Mei 2021) itu lantaran anaknya, Carson Bride, remaja 16 tahun, bunuh diri pada Juni 2020. Carson mendapatkan pesan-pesan cabul juga ejekan online (cyberbullying) dari pengguna anonim di YOLO dan LMK. (Baca: Anaknya Meninggal karena Diejek di Snapchat, Sang Ibu Gugat Perusahaan Medsos)
“Mengingat tudingan serius yang diangkat dalam gugatan itu dan karena banyaknya perhatian untuk keamanan komunitas Snapchat, kami menghentikan integrasi Snap kit Yolo dan LMK sementara kami menyelidiki kalim tersebut,” kata Snap dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Verge, Rabu (12 Mei).
YOLO dan LMK dikembangkan oleh pengembang pihak ketiga dan keduanya terintegrasi dengan Snapchat via paltform Snap Kit.
Aplikasi LMK menyediakan layanan untuk membuat polling dan tanya jawab (Q&A) untuk dijawab oleh pengguna Snapchat. Sementara, YOLO berfokus pada layanan tanya jawab seperti halnya ASK.fm. Kedua layanan juga menyediakan fitur berkirim pesan secara anonim, hal ini yang memfasilitasi cyberbullying.
Kristin menggugat kedua aplikasi itu karena dianggap berbahaya, karena menyediakan fitur yang memungkinkan terjadinya cyberbullying di kalangan remaja, termasuk yang dialami anaknya sendiri.
Kritik terhadap YOLO karen bisa digunakan untuk cyberbullying sebetulnya telah muncul sejak 2019. Terpisah, menurut laporan Mashable, aplikasi pesan anonim, Sarahah, sejenis YOLO dan LMK, juga akhirnya ditendang dari toko aplikasi karena masalah cyberbullying.
Saat ini, aplikasi YOLO yang dikembangkan oleh Yolo Technologies terpantau sudah menghilang dari toko aplikasi Apple, App Store maupun toko aplikasi Android, Google Play Store.
Sementara, LMK yang dikembangkan oleh LightSpace inc, masih tersedia di kedua toko aplikasi seluler tersebut.
Tuntutan dilarang
Kristin didukung Tyler Clementi Foundation pun menggugat Snapchat di Pengadilan Distrik AS di California Utara pada Senin (10 Mei 2021). Tyler Clementi ialah organisasi nirlaba yang dibentuk pada 2010 setelah peristiwa bunuh diri seorang anak berusia 18 tahun karena cyberbullying.
Dalam gugatannya, Kristin menuntut agar YOLO dan LMK dihapus dari Snapchat, termasuk aplikasi serupa lain yang tak megatur perlindungan dari cyberbullying. Tak hanya itu, Kristin meminta ganti rugi karena kedua aplikasi dianggap gagal memberikan perlindungan konsumen, dikutip dari Los Angeles Times.
Gugatan juga menuntut kedua aplikasi dilarang di pasar sampai pengembang memiliki pengamanan yang efektif dari cyberbullying, dikutip dari The Verge.
Mengapa kedua aplikasi menjadi penyebab kematian Carson?
Di pagi hari kematian Carson, riwayat web dari ponselnya menunjukkan pencarian terakhirnya. Ada frasa “Reveal YOLO username online.” Atau, mencari cara untuk mengungkapkan nama pengguna YOLO.
Dengan ditemukan fras itu, kuat dugaan bahwa Carson berusaha melacak siapa orang yang mem-bully-nya tersebut sebelum dirinya memilih bunuh diri.
"Para siswa sekolah menengah yang secara anonim menindas Carson akan hidup dengan tragedi ini selama sisa hidup mereka," kata Kristin dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada Eisenberg & Baum, firma hukum yang mewakili penggugat.
Namun, gugatan Kristin tersebut secara khusus juga tidak ingin meminta pengirim pesan anonim dihukum. Ia hanya ingin perusahaan media sosial, baik Snap, Yolo dan LMK, yang telah memfasilitasi pesan penindasan online bertanggung jawab.
Dalam dokumen gugatan class action tersebut disebutkan bahwa perusahaan yang mengembangkan dan memasarkan aplikasi, terutama untuk remaja, seharusnya mengetahui produknya “berbahaya” dan “gagal” untuk memenuhi standar dalam memerangi cyberbullying.
Terlebih, di perjanjian pengguna (user agreement) YOLO dan LMK disebutkan, akan memberlakukan kebijakan tanpa toleransi terhadap perilaku penindasan dan pelecehan. Sementara, Snapchat menyatakan akan menghapus aplikasi pihak ketiga yang mengizinkan perilaku tersebut di platformnya.
“Namun, para eksekutif di Snapchat, YOLO, dan LMK secara tidak bertanggung jawab, menempatkan keuntungan atas kesehatan mental kaum muda...” demikian gugatan.
Desain aplikasi
Aplikasi YOLO dan LMK memang tak memungkinkan pengguna mengetahui siapa di balik akun yang mengirim pesan. Sementara, jika Carson membalas ejekan itu, misalnya, justru membuat pesannya bisa dilihat oleh publik.
Berbeda halnya jika pesan itu tidak dibalas, pengguna yang menerima pesan hanya bisa membacanya. Sementara itu, LMK, aplikasi media sosial mencari teman baru, juga sama: memungkinkan mengirim pesan secara anonim.
Untuk memperkuat gugatannya, dokumen tersebut mengutip beberapa kasus pengiriman pesan anonim menargetkan pengguna remaja yang telah meningkat dan berujung pada pelecehan. Gugatan itu juga mengutip penelitian yang menghubungkan pelecehan anonim dan bunuh diri remaja, termasuk survei pada 2007 yang menemukan bahwa siswa yang mengalami intimidasi secara online dan dunia nyata hampir dua kali lebih berupaya bunuh diri.
Peluang gugatan
Sejauh ini, para penggugat yang mencoba menggugat perusahaan media sosial atas tindakan penggunanya tidak banyak yang berhasil.
Sebagian kasus ditolak berdasarkan Pasal 230 Undang-undang Kepatutan Komunikasi 1996 yang menyatakan tidak ada "layanan komputer interaktif" yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas informasi yang diposting oleh pengguna.
Hanya, kasus filter Snapchat yang mendeteksi kecepatan berkendara, yang digunakan oleh dua remaja yang tewas dalam kecelakaan mobil berkecepatan tinggi beberapa waktu lalu, dijadikan dasar penguat gugatan.
Dalam putusan kasus tersebut pekan lalu, Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 AS membuka pintu bagi sebuah gagasan bahwa perusahaan medsos, dalam hal ini Snap, dapat dianggap bertanggung jawab atas membuat atau mengaktifkan fitur yang jelas-jelas berbahaya bagi penggunanya.
Putusan banding itu membatalkan keputusan pengadilan yang lebih rendah sebelumnya yang menolak kasus dengan alasan Pasal 230. Hakim Kim McLane Wardlaw yang mengadili gugatan banding menulis bahwa "jenis klaim ini didasarkan pada premis bahwa produsen memiliki "kewajiban untuk berhati-hati dalam memasok produk yang tidak berisiko cedera atau bahaya yang tidak masuk akal bagi publik."
Putusan itu setidaknya menjadi yurisprudensi, membuka pintu bagi penggugat, seperti Kristin, yang mencoba mencari pertanggungjawaban platform medsos.
Baik Snapchat, YOLO maupun LMK belum memberikan komentarnya atas gugatan dalam kasus Carson Bride.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: