IND | ENG
Anaknya Meninggal karena Diejek di Snapchat, Sang Ibu Gugat Perusahaan Medsos

Aplikasi Yolo | Foto: Law and Crime

Anaknya Meninggal karena Diejek di Snapchat, Sang Ibu Gugat Perusahaan Medsos
Tenri Gobel Diposting : Jumat, 14 Mei 2021 - 10:11 WIB

Cyberthreat.id – Duka mendalam di keluarga Kristin Bridge, seorang ibu rumah tangga  yang tinggal di Portland, Amerika Serikat. Rasa sedih itu dipicu dari YOLO dan LMK, dua aplikasi yang terkoneksi dengan Snapchat.

Carson Bride, anak lelaki Kristin, ditemukan gantung diri pada 23 Juni 2020. Remaja 16 tahun itu mengakhiri hidupnya tak lama setelah menerima pesan anonim dari dua aplikasi itu.

Ternyata, selama berbulan-bulan, ia menerima pesan ejekan dan perundungan seksual. Ia pun sempat pingsan saat di kelas  gara-gara pesan cabul yang diterimanya.

Kristin didukung Tyler Clementi Foundation pun menggugat Snapchat di Pengadilan Distrik AS di California Utara pada Senin (10 Mei 2021). Tyler Clementi ialah organisasi nirlaba yang dibentuk pada 2010 setelah peristiwa bunuh diri seorang anak berusia 18 tahun karena cyberbullying.

Dalam gugatannya, Kristin menuntut agar YOLO dan LMK dihapus dari Snapchat, termasuk aplikasi serupa lain yang tak megatur perlindungan dari cyberbullying. Tak hanya itu, Kristin meminta ganti rugi. Kedua aplikasi dianggap gagal memberikan perlindungan konsumen.

Mengapa bisa kedua aplikasi menjadi penyebab kematian Carson?

Di pagi hari kematian Carson, riwayat web dari ponselnya menunjukkan pencarian terakhirnya. Ada frasa “Reveal YOLO username online.” Atau, mencari cara untuk mengungkapkan nama pengguna YOLO.

"Para siswa sekolah menengah yang secara anonim menindas Carson akan hidup dengan tragedi ini selama sisa hidup mereka," kata Kristin dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada Eisenberg & Baum, firma hukum yang mewakili penggugat, dikutip dari Los Angeles Times, Senin (10 Mei).

Dalam dokumen gugatan class action tersebut disebutkan bahwa perusahaan yang mengembangkan dan memasarkan aplikasi terutama untuk remaja seharusnya mengetahui produknya “berbahaya” dan “gagal” memenuhi standar dalam memerangi cyberbullying.

Terlebih, di perjanjian pengguna (user agreement) YOLO dan LMK disebutkan, akan memberlakukan kebijakan tanpa toleransi terhadap perilaku penindasan dan pelecehan. Sementara, Snapchat menyatakan akan menghapus aplikasi pihak ketiga yang mengizinkan perilaku tersebut di platformnya.

 “Namun, para eksekutif di Snapchat, Yolo, dan LMK secara tidak bertanggung jawab, menempatkan keuntungan atas kesehatan mental kaum muda...” demikian dalam gugatan.

Desain aplikasi

Aplikasi YOLO dan LMK tak memungkinkan pengguna mengetahui siapa di balik akun yang mengirim pesan. Ini lantaran aplikasi menyediakan kesempatan pengguna untuk bersifat anonim. Sementara, jika Carson membalas ejekan, itu akan membuat pesannya bisa dilihat oleh publik.

Sekadar informasi, YOLO mirip dengan ASK.fm. Pengguna dapat menggunakan aplikasi dengan opsi masuk melalui Snapchat—inilah karenanya YOLO disebut sebagai aplikasi pihak ketiga Snapchat.

Pesan yang dikirim ke pengguna YOLO akan terlihat ketika pengguna lain yang menerima pesan itu membalasnya. Berbeda halnya jika itu tidak dibalas, pengguna yang menerima pesan hanya bisa membacanya. Sementara itu, aplikasi LMK, aplikasi media sosial mencari teman baru, juga sama: memungkinkan mengirim pesan secara anonim.

Untuk memperkuat gugatannya, dokumen tersebut mengutip beberapa kasus pengiriman pesan anonim menargetkan pengguna remaja yang telah meningkat dan berujung pada pelecehan. Gugatan itu juga mengutip penelitian yang menghubungkan pelecehan anonim dan bunuh diri remaja, termasuk survei pada 2007 yang menemukan bahwa siswa yang mengalami intimidasi secara online dan dunia nyata hampir dua kali lebih berupaya bunuh diri.

Sejauh ini, para penggugat yang mencoba menggugat perusahaan media sosial atas tindakan penggunanya tidak banyak yang berhasil. Sebagian kasus ditolak berdasarkan Pasal 230 Undang-undang Kepatutan Komunikasi 1996 yang menyatakan tidak ada "layanan komputer interaktif" yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas informasi yang diposting oleh pengguna.

Hanya, kasus filter Snapchat yang mendeteksi kecepatan berkendara, yang digunakan oleh dua remaja yang tewas dalam kecelakaan mobil berkecepatan tinggi beberapa waktu lalu, dijadikan dasar penguat gugatan Kristin. Setidaknya ini membuka pintu bagi penggugat, seperti Kristin, yang mencoba mencari pertanggungjawaban platform medsos.

Dalam putusan kasus filter Snapchat pekan lalu, Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 AS membuka pintu bagi sebuah gagasan bahwa perusahaan media sosial, dalam hal ini Snap, dapat dianggap bertanggung jawab atas membuat atau mengaktifkan fitur yang jelas-jelas berbahaya bagi penggunanya.

Putusan banding itu membatalkan keputusan pengadilan yang lebih rendah sebelumnya yang menolak kasus dengan alasan Pasal 230. Hakim Kim McLane Wardlaw yang mengadili gugatan banding menulis bahwa "jenis klaim ini didasarkan pada premis bahwa produsen memiliki "kewajiban untuk berhati-hati dalam memasok produk yang tidak berisiko cedera atau bahaya yang tidak masuk akal bagi publik."

Baik Snapchat, YOLO maupun LMK belum memberikan komentarnya atas gugatan dalam kasus Carson Bride.

Saat gugatan diajukan, Snapchat juga belum menghapus YOLO atau LMK dari platformnya, meskipun sudah jelas adanya, "Banyak laporan bahwa keduanya tidak memiliki perlindungan yang memadai untuk mencegah pengguna remaja menjadi korban pelecehan, materi seksual eksplisit dan kerugian lainnya," kata gugatan yang diajukan Kristin tersebut.[]

Redaktur: Andi Nugroho

#snapchat   #yolo   #lmk   #cyberbullying   #perundungansiber   #mediasosial   #bunuhdiri

Share:




BACA JUGA
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual
Mengenal Tiga Jenis Doppelganger Pemangsa Reputasi Perusahaan
Melanggar Data Anak-anak, TikTok Didenda Rp5,6 Triliun
Modus Penipuan Berkedok Freelance. Disuruh 'Like' & 'Subscribe' Video YouTube