IND | ENG
Pakar Hukum: Polisi Virtual Jangan Cari-cari Kesalahan Orang

Ilustrasi | Foto: Unsplash

Pakar Hukum: Polisi Virtual Jangan Cari-cari Kesalahan Orang
Andi Nugroho Diposting : Minggu, 09 Mei 2021 - 13:25 WIB

Cyberthreat.id – Pakar hukum pidana, Teuku Nasrullah, mengatakan, keberadaan polisi virtual (virtual police) harus dikawal publik agar jangan sampai bertindak mencari-cari kesalahan orang.

Menurut dia, langkah hukum seperti polisi virtual dinilai sebagai terobosan Polri di bidang politik penegakan hukum yang persuasif.

Oleh karenanya, masyarakat tidak perlu merasa ketakutan dengan peringatan polisi virtual, kata dia. Publik harusnya “berterima kasih dengan bergesernya politik hukum di bidang penegakan hukum.”

Semula, penegakan hukum langsung diproses, tetapi sekarang dirancang lebih kepada pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat, yakni dengan diingatkan kalau ucapan, tulisan, tindakan yang salah dan bersentuhan dengan hukum.

“Mari kita jaga dan kawal bersama agar virtual police ini tidak didesain untuk mencari-cari kesalahan orang. Tetapi, mengingatkan masyarakat bahwa perilaku kita di dunia maya harus tertib, dengan cara, kita harus tertib sejak dalam pikiran, inilah tugasnya virtual polisi,” katanya.

Nasrullah mengatakan polisi virtual harus dijalankan dalam bingkai dan upaya menghindari terganggunya kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat, kritik, dan koreksi di dunia maya.

Sementara itu, Nasrullah juga merespons pernyataan organisasi pendukung HAM, Kontras. Menurut dia, pernyataan Kontras yang menyebut polisi virtual sebagai “alat represi” baru Polri di dunia digital lebih bersifat peringatan dini agar mencegah Polri terjebak pada langkah represif dalam penegakan hukum.

Sebutan tersebut, menurut dia, bukan hanya sebuah kritik, melainkan juga upaya peringatan dini meskipun oleh sebagian orang terkesan sebagai sebuah opini dengan maksud penggiringan wacana, katanya.

“Masukan dan kritik itu wajar dan sangat penting, tetapi kita semua jangan membangun opini yang terlalu gegabah atas program yang sedang ditempuh ini,” ujar Nasrullah, Sabtu (8 Mei 2021) dikutip dari Antaranews.com.

“Marilah kita berpikir positif dulu sambil menyimak dan mengkritisi perjalanannya sembari memberi masukan-masukan konstruktif untuk perbaikannya di sana-sini,” ia menambahkan.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta jajarannya mengedepankan upaya mediasi dalam menangani kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

"Bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal, enggak perlu ditahan, proses mediasi," kata Kapolri Sigit, pada 16 Februari.

Dia mencontohkan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal itu seperti kasus pencemaran nama baik. 

"Yang sifatnya pencemaran nama baik, lalu hal yang masih bisa diberikan edukasi, laksanakan edukasi dengan baik," tutur jenderal bintang empat itu seperti dikutip dari Antaranews.com.

Sigit menekankan untuk kasus pelanggaran UU ITE yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal perlu segera diusut tuntas. Contoh, kasus dugaan rasisme yang dilakukan oleh tersangka Ambroncius Nababan terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.

"Isu tentang Pigai kemudian muncul reaksi mereka bergerak, yang seperti itu tentu harus diproses tuntas," kata mantan Kabareskrim Polri itu.[]

#polisivirtual   #virtualalert   #uuite   #polri   #mediasosial

Share:




BACA JUGA
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual
BSSN Serahkan Sertifikat Akreditasi Penyelenggara Program Pelatihan Keamanan Siber Kepada Pusdik Intelijen Polri
Perubahan Kedua atas UU ITE Sah! Menteri Budi Arie: Jamin Kepastian Hukum Ruang Digital
RUU Perubahan Kedua UU ITE, Menteri Budi Arie: 14 Pasal Eksisting Berubah dan 5 Pasal Tambahan