
TikTok image by theguardian.com
TikTok image by theguardian.com
Wilmslow, Cyberthreat.id - A
Aplikasi berbagi video, TikTok, kini berada dalam penyelidikan Information Commissioner's Office (ICO), badan perlindungan data privasi Inggris. Aplikasi yang mirip karaoke online ini dipertanyakan keamanan data pengguna usia mudanya. Meski TikTok mengakui menargetkan pengguna berusia 16-25 tahun, kenyataannya banyak anak di bawah usia itu yang menggunakannya.
Elizabeth Denham, komisioner ICO, menyatakan kepada Parlemen Inggris bahwa pihaknya memulai investigasi sejak Februari lalu. Saat itu, Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat mendenda TikTok $5,7 juta (Rp 80 miliar) karena secara ilegal mengumpulkan informasi pribadi anak di bawah usia 13 tahun. ICO mengevaluasi sistem messaging, yang sepenuhnya terbuka untuk umum, melihat jenis video yang dikumpulkan dan dibagikan anak-anak secara online. "Kami melakukan penyelidikan aktif ke TikTok sekarang, nantikan hasilnya," kata Denham, 2 Juli lalu.
Sistem pesan yang terbuka memungkinkan orang dewasa mengirim pesan kepada anak-anak, sebuah hal yang mengkhawatirkan ICO di samping kekhawatiran tentang pelanggaran privasi data pribadi anak. Denham menyatakan TikTok berpotensi melanggar General Data Protection Regulation (GDPR). Peraturan ini mengharuskan perusahaan memberikan layanan dan proteksi yang berbeda terhadap anak-anak.
TikTok menyatakan bahwa proteksi data merupakan prioritas tertingginya. "Kami bekerjasama dengan organisasi seperti ICO untuk menyediakan informasi yang relevan untuk mendukung kerja mereka," demikian pernyataan TikTok. Pernyataan senada diungkapkan TikTok ketika FTC menyelidikinya dan akhirnya didenda.
Berdasarkan GDPR, perusahaan bisa didenda maksimal €20 juta (Rp 318 miliar lebih) atau 4% dari penghasilan secara global. Perkiraan denda yang sebenarnya sulit didapat karena ByteDance, pemilik TikTok, tidak pernah mengungkapkan berapa penghasilan aplikasi lip-sync dan meme video ini. Denda itu mungkin bukan sebuah pukulan yang berarti. Di belakang TikTok ada ByteDance, perusahaan China yang kini merupakan startup yang terbesar sejagat. Nilai perusahaan ini mencapai $75 miliar atau Rp 1.057,9 triliun.
Seperti ByteDance yang fenomenal, TikTok juga aplikasi yang fenomenal dalam 3 tahun terakhir, terutama sejak mengakuisisi rivalnya dari Amerika Serikat, Musical.ly pada akhir 2017. Di akhir 2018 saja, jumlah pengunduhnya nomor satu di App Store. Nomor empat secara global setelah WhatsApp, Messenger, dan Facebook. Perusahaan data aplikasi media sosial, SensorTower, memperkirakan jumlah penggunanya mencapai 800 juta orang, dimana sekitar 500 juta berada di China, 120 juta di India.
TikTok sendiri sudah dihadang pengadilan India, April lalu, karena membiarkan pengguna berusia di bawah 13 tahun tanpa proteksi dan menyebarkan konten pronografi. Setelah itu, TikTok membatasi usia pengguna yang bisa login harus 13 tahun ke atas. Selain itu TikTok juga menyingkirkan 6 juta video tidak senonoh.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Indonesia sempat melarang TikTok pada 3 Juli 2018 dengan alasan konten negatif. Seminggu kemudian -- tepat 7 (tujuh) hari -- Kemkominfo resmi mencabut blokir aplikasi itu.
Share: