IND | ENG
Telegram Tak Ramah untuk Anak-anak, Ini yang Perlu Diperhatikan Orangtua

Logo Telegram | Foto: Freepik.com

Telegram Tak Ramah untuk Anak-anak, Ini yang Perlu Diperhatikan Orangtua
Tenri Gobel Diposting : Minggu, 10 Januari 2021 - 17:22 WIB

Cyberthreat.idTelegram, aplikasi pesan instan pesaing WhatsApp memungkinkan berbagi file dengan ukuran besar serta memiliki kemampuan obrolan rahasia.

Dengan kemampuan lebih luas itu, Telegram berpotensi disalahgunakan oleh orang lain sehingga dianggap tidak ramah anak, tulis Net Aware, situs web yang dikelola oleh Masyarakat Nasional untuk Pencegahan Kekerasan terhadap Anak-anak (NSPCC) Inggris dan operator telekomunikasi O2, diakses Minggu (10 Januari 2021).

Perlu dicermati, batas usia minimal yang direkomendasikan Telegram untuk memakai aplikasinya yaitu 16 tahun, sehingga anak-anak di bawah usia itu seharusnya tidak menggunakannya.

Meski Telegram memberikan batas usia, praktik di lapangan belum tentu berjalan semestinya. Terlebih, Telegram sangat mudah dipahami dan dipakai pengguna (user friendly).


Berita Terkait:


Telegram juga tidak menyertakan verifikasi bahwa ketika bergabung ke aplikasinya benar-benar 16 tahun atau lebih. Ketika mendaftar calon pengguna hanya diminta memasukkan nomor ponsel dan setuju bahwa berusia 16 tahun atau lebih.

Dengan begitu, anak-anak tanpa pantauan orangtua berpotensi menggunakan Telegram tanpa adanya verifikasi sesuai batasan usia.

Di sisi lain, banyak risiko dari fitur berbagi file besar serta obrolan rahasia di Telegram. Cyberthreat.id menemukan banyak “saluran” yang berbau pornografi, bahkan video tersebut bisa dibuka tanpa bergabung atau meminta untuk bergabung ke “saluran” itu. Dengan kata lain, dapat dilihat secara bebas.

Para penyerang anak (pedofil) yang mengetahui nama pengguna (username)  atau nomor ponsel anak bisa saja menambahkannya ke Telegram, lalu mengirimkan file pornografi ke anak-anak yang ditargetkan.

“Ini tidak dapat dihindari, kecuali pengaturan privasi, terkait siapa saja yang dapat mencari mereka menggunakan nomor ponsel diubah menjadi "kontak saya". Mengaktifkan itu, memungkinkan orang lain selain ada di kontak Anda tidak dapat mencari Anda menggunakan nomor ponsel,” tulis Net Aware.

Selain mengatur siapa yang dapat melihat nomor telepon, pengguna dapat mengatur siapa yang dapat melihat kapan terakhir online, foto profil, siapa yang dapat menghubungi, dan siapa yang dapat menambahkan ke “grup” dan “saluran”.

Telegram memberikan opsi bisa dilihat oleh “semua orang”, “kontak saya”, atau “siapa pun”. Jika ingin lebih aman, pilih “kontak saya”.

Namun, pengaturan itu tidak berarti apa-apa jika anak-anak secara sengaja mencari sendiri konten “saluran” melalui kolom pencarian Telegram atau mungkin tidak sengaja menemukan “saluran” itu ketika berselancar di Telegram.

Sebenarnya tak hanya Telegram  yang berpotensi seperti itu, hampir platform media sosial lain memungkinkan kolom pencarian juga memicu risiko yang sama. Terkadang sebagian platform itu menyediakan fitur kontrol orangtua sehingga anak dapat tetap menggunakan platform tanpa perlu diawasi langsung.

Sayangnya, Telegram tidak menawarkan fitur kontrol orangtua.

Dengan begitu, anak rentan melihat berbagai file tidak senonoh yang ada di Telegram. Adanya kemungkinan risiko tersebut juga tidak didukung oleh fitur pelaporan. Telegram tidak memungkinkan penggunanya melaporkan individunya langsung dari platform.

Telegram hanya memungkinkan pengguna memblokir individu. Perusahaan tidak menyediakan tombol "laporkan” (report) individu yang biasanya disediakan oleh platform pada umumnya.

Hanya konten dalam grup yang dapat dilaporkan atau memicu fitur lapor, dan, pantauan Cyberthreat.id, konten yang dibagikan dalam percakapan individu tidak memunculkan fitur "laporkan".

Pendek kata, jika anak mendapatkan kiriman gambar atau video yang tidak senonoh atau tidak layak dilihat oleh mereka dan itu dikirim secara pribadi atau percakapan biasa, maka itu tidak dapat dilaporkan ke Telegram.

Hanya konten-konten negatif di obrolan grup yang bisa dilaporkan. 

Secret chat

Telegram memang memiliki fitur percakapan rahasia (secret chat) yang menjadi andalan. Segala obrolan dan file yan terkirim melalui fitur tersebut tidak bisa dibaca oleh orang lain, selain pengirim dan penerimanya—inilah  yang disebut konsep enkripsi end-to-end.

Meski ini melindungi oranglain membaca percakapan pengguna atau melindungi privasi dan pesan langsung bisa terhapus secara otomatis, ternyata fitur rahasia tersebut jelas-jelas tak ramah anak.

Fungsi menghapus isi percakapan secara otomatis tersebut tentu sangat menyulitkan orangtua melihat apa yang dilakukan anak-anak.

Lantas apa yang harus dilakukan oleh orangtua dalam memantau anak-anak saat menggunakan Telegram?

Diskusi bersama anak. Orangtua perlu duduk bersama agar dapat saling berdiskusi tentang hal-hal yang ingin dicari anak-anak. Ini memungkinkan orangtua membahas pengaturan privasi dan kesepakatan bersama tentang apa yang dicari. Anak-anak diminta untuk selalu memberi tahu orangtua jika ada orang tidak dikenal mengirimi pesan.

“Bantu anak Anda memikirkan tentang apa yang mereka bagikan secara online dan siapa yang melihatnya. Buatlah perbandingan dengan contoh di kehidupan nyata atau offline. Gunakanlah contoh yang mudah dipahami seperti "Anda tidak boleh memberikan nomor Anda kepada seseorang yang tidak Anda kenal di Jalan. Apakah ada orang yang tidak dikenal secara online?" tulis NSPCC.

Dengarkanlah jawaban mereka dan bersikap positif. Ingatkan mereka bahwa mereka tidak boleh berbagi hal-hal pribadi seperti:

  • Informasi pribadi, seperti nama, email, nomor telepon, lokasi, dan nama sekolah
  • informasi pribadi orang lain
  • tautan untuk bergabung dengan obrolan grup pribadi
  • foto diri mereka sendiri
  • foto tubuh mereka, seperti foto atau video seksual

“Jelaskan kepada anak Anda bahwa di sisi lain internet yang mereka ketahui dapat menjadi tempat untuk bermain, berkreasi, belajar, dan terhubung, ada juga sisi negatif yang dapat membuat mereka kesal atau khawatir,” NSPCC menambahkan.

“Yakinkan mereka bahwa Anda tidak akan bereaksi berlebihan, melainkan hanya memberikan perhatian kepada mereka. Dengan begitu, Anak dapat terbuka kepada Anda apa yang mereka alami di dunia maya.”

“Penting untuk mengingatkan anak bahwa Anda adalah tempat yang tepat untuk membicarakan segala hal yang dia temukan di dunia maya, begitu pula dengan orang dewasa lain yang dapat dipercayai seperti halnya guru di sekolah.”

Tunjukkan cara melaporkan dan memblokir. Orangtua harus mengajarkan kepada anak-anak untuk melaporkan serta memblokirnya secara mandiri.

“Buat anak Anda percaya diri dalam melaporkan dan memblokir konten negatif atau individu yang mereka temui dalam percakapan di Telegram yang berbuat tidak sopan kepadanya,” tulis NSPCC.

“Beritahu konten atau individu seperti apa yang patut dilaporkan dan diblokir oleh mereka. Begitu pula terkait apa yang pantas mereka terima dan kirim dan apa yang tidak.”

Dari sekian kiat-kiat itu, NSPCC menekankan bahwa berdiskusi dengan anak-anak merupakan cara yang paling baik dalam melindungi anak-anak dari konten berbahaya di internet.[]

Redaktur: Andi Nugroho

#telegram   #whatsapp   #enkripsiend-to-end   #mediasosial   #signal   #keamanandanprivasi

Share:




BACA JUGA
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual
Meta Luncurkan Enkripsi End-to-End Default untuk Chats dan Calls di Messenger
Lindungi Percakapan Sensitif, WhatsApp Luncurkan Fitur Secret Code
Gunakan Bot Telekopye Telegram, Penjahat Siber Membuat Phishing Scams Skala Besar