IND | ENG
Serba-serbi Telegram: Ancaman Saluran Pornografi hingga Obrolan Biasa yang Tak Terenkripsi End-to-End

Logo Telegram | Foto: Freepik.com

Serba-serbi Telegram: Ancaman Saluran Pornografi hingga Obrolan Biasa yang Tak Terenkripsi End-to-End
Tenri Gobel Diposting : Minggu, 10 Januari 2021 - 15:41 WIB

Cyberthreat.id – Belakangan hari aplikasi Telegram ramai diperbincangkan oleh pengguna jejaring media sosial Twitter di Indonesia. Ini setelah WhatsApp mengumumkan kebijakan privasi terbarunya yang memaksa penggunanya berbagi data ke induk perusahaannya, Facebook Inc, atau pilihan lain hapus akun.

Banyak warganet yang menyarankan untuk bermigrasi ke Telegram karena dianggap lebih aman dibanding WhatsApp. Namun, Telegram sebenarnya juga meminta akses data ke pengguna, tapi tak sebanyak WhasApp. Telegram, menurut App Store, hanya minta akses "daftar kontak", "info kontak", dan "identitas". Anda bisa lihat grafis di bawah ini.


Izin akses yang diminta Telegram ke perangkat pengguna. | Foto: Tangkapan layar App Store


Perbedaan izin akses dari Signal, iMessage, WhatsApp, dan Facebook Messenger. | Sumber: Forbes.


Sebenarnya apa saja yang ada di Telegram?

  • Pavel Durov. Diluncurkan pada 2013 oleh pengusaha Pavel Durov, lelaki 36 tahun asal Rusia. Telegram ini sama halnya dengan WhatsApp, memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan, melakukan panggilan telepon dan video.
  • Transfer file. Segala hal bisa dikirim melalui Telegram, mulai dari foto, video, dan file (dokumen, zip, mp3, dll). Ukuran file yang dikirim di Telegram bisa sampai 2 gigabita (GB), sedangkan WhatsApp maksimal 16 megabita (MB). Patut diakui, dari segi kapasitas file ukuran yang dikirim tersebut, Telegram bisa diandalkan untuk mendukung pekerjaan.
  • Grup obrolan. Dalam membuat grup obrolan pun Telegram mampu menampung hingga 200.000 orang. Jelas, sangat jauh berbeda dengan WhatsApp yang hanya mendukung hingga 256 orang.
  • Saluran tanpa batas. Keunggulan lain dari Telegram, yakni membuat saluran atau alat untuk menyebarkan pesan ke banyak orang tanpa ada batasan jumlah pelanggannya. Ini memungkinkan masyarakat mendapat informasi dari saluran tersebut yang disebarkan oleh admin saluran.

Bot Telegram

Keungulan lain yang mungkin tidak banyak diketahu pengguna WhatsApp sebelumnya ialah chat bot di Telegram. Berbeda dengan grup maupun saluran, chat bot ini memungkinkan peserta grup dalam saluran bot menanyakan berbagai pertanyaan atau perintah, lalu ditanggapi bot tersebut.

Untuk bergabung ke “bot”, “grup”, dan “saluran” memiliki mekanisme yang berbeda. Saat bergabung ke “grup obrolan”, Anda tidak bisa bergabung tanpa ditambahkan oleh pembuat grupnya.

Sementara untuk bergabung ke “bot” dan “saluran”, Anda bisa mencarinya melalui kolom pencarian yang disediakan oleh Telegram. Hal ini sangat memudahkan pengguna yang ingin bergabung ke bot atau saluran sesuai minatnya.  

Fitur “search” Telegram sangat berbeda dengan WhatsApp, tapi lebih seperti yang dimiliki Twitter/Instagram/Facebook.

Hanya, jika ingin bergabung ke “bot”, pengguna perlu mengetahui nama pengguna “bot” yang ingin dicari sehingga bisa bergabung. Pengguna cukup mengetikkan nama pengguna bot itu ke kolom pencarian dan ketika ingin bergabung tinggal mengklik "Mulai".

Jika “bot” memerlukan nama pengguna, “saluran” tidak memerlukan nama pengguna agar Anda dapat menemukan salurannya—hanya mengetikkan “kata kunci” yang ingin dicari. Ketika menemukannya, Anda hanya tinggal mengklik "Gabung" untuk mendapatkan info terkini dari “saluran” tersebut.

Segala “kata kunci” dapat Anda coba dalam kolom pencarian untuk mencari kira-kira saluran yang Anda minati.

Dari buku hingga film porno

Mengingat Telegram memiliki kemampuan mengirim berkas dalam ukuran besar, banyak saluran yang menawarkan berbagi film, lagu, hingga buku.

Beberapa saluran menawarkan bahan bacaan gratis dengan hanya mengetikkan kata kunci "buku" atau "e-book". Ini bermanfaat bagi para pelajar atau siapa pun yang ingin membaca buku secara gratis melalui Telegram.

Cyberthreat.id juga mencoba "kata kunci lain seperti "film". Banyak ditemukan “saluran” yang memuat film-film yang pernah tayang di bioskop atau di platform streaming Netflix dan sejenisnya. Bahkan, ketika mengetikkan salah satu judul film misalnya "Social Dilemma", ditemukan banyak “saluran” yang menawarkan film itu.

Tanpa klik bergabung pun, film itu bisa Anda tonton.

Dengan kata lain,Telegram dimanfaatkan menyebarkan file secara ilegal sama halnya dengan IndoXXI yang berbasis situs web. Pelanggannya  dari saluran ini jumlahnya pun tak main-main, berpuluh-puluh ribu hingga jutaan.

Itulah dampak dari kemudahan membuat “saluran” di Telegram dengan anggota tidak terbatas dan kemampuan dalam mengirim berkas berukuran besar yang kemudian dimanfaatkan sejumlah orang untuk berbagi file hiburan.

Temuan lain, beberapa “saluran” juga menawarkan video tidak senonoh atau berbau pornografi dan memiliki jumlah pelanggan ratusan ribu.

Cyberthreat.id mengetahui hal itu setelah mencoba mengetikkan kata "porno" atau "pornografi" dan hasilnya ada lebih dari 5 saluran yang muncul.

Tanpa klik bergabung, file itu bisa dilihat, bahkan diunduh. Padahal, konten seperti itu dilarang menurut undang-undang tersebut jelas melanggar.

Ancaman deepfake

Pada Oktober 2020, peneliti dari firma keamanan siber Sensity menemukan bot di Telegram yang menawarkan jasa pembuatan video palsu berbau pornografi hanya dengan mengirimkan foto dan tanpa dikenakan biaya alias gratis.

Temuan Sensity itu menyebutkan pembuat bot itu mengandalkan teknologi deepfake yang bernama “DeepNude” untuk menghasilkan gambar telanjang yang berbekal foto saja. Penggunanya pun 70 persen berasal dari Rusia.

Kemampuan Telegram yang memungkinkan pembuatan bot maupun “saluran” yang membuatnya unik daripada platform percakapan lainnya ini tidak selalu berujung pada hal positif.

Telegram tampaknya menyadari bahwa platformnya disalahgunakan beberapa orang untuk menyebarkan konten ilegal.

Dalam laman resminya, Telegram menyertakan bahwa pengguna yang mendapati hal semacam itu bisa melaporkan kepada Telegram melalui email abuse@telegram.org atau dmca@telegram.org.

Tidak ada enkripsi end-to-end

Selain dari segi konten yang tidak senonoh itu, Telegram ini memiliki kekurangan yakni tidak mendukung enkripsi end-to-end (E2E) untuk percakapan biasa.

Namun, perusahaan yang dikembangkan oleh Pavel Durov ini menyediakan obrolan rahasia atau secret chats yang mendukung E2E.

Dengan kata lain, percakapan biasa Anda dapat dibaca oleh server perusahaan karena tidak dilindungi E2E. Singkatnya, privasi Anda terancam ketika menggunakan percakapan biasa.

“Jika seseorang di luar daftar kontak Anda menulis kepada Anda dan, katakanlah, bertanya apakah Anda menjual ganja, obrolan Anda tidak lagi aman. Grup dan saluran Telegram juga tidak dienkripsi secara default. Jika Anda menemukan grup atau saluran dengan mencari kata kunci di mesin telusur aplikasi, kemungkinan komunikasi Anda tidak aman,” tulis Vice.com.

Sementara itu, Telegram mengatakan, untuk melindungi data yang “tidak tercakup oleh enkripsi end-to-end, perusahaan enggunakan infrastruktur terdistribusi.

“Data obrolan cloud disimpan di beberapa pusat data di seluruh dunia yang dikendalikan oleh berbagai badan hukum yang tersebar di berbagai yurisdiksi,” tutur Telegram di situs webnya.

“Kunci dekripsi yang relevan dipecah menjadi beberapa bagian dan tidak pernah disimpan di tempat yang sama dengan data yang dilindungi. Akhirnya, beberapa perintah pengadilan dari yurisdiksi berbeda diperlukan untuk memaksa kami menyerahkan data apa pun.”

“Berkat struktur ini, kami dapat memastikan bahwa tidak ada satu pun pemerintah atau blok negara yang berpikiran sama dapat mengganggu privasi dan kebebasan berekspresi rakyat,” tulis perusahaan.

Telegram dapat dipaksa untuk menyerahkan data hanya jika ada masalah yang serius dan cukup universal untuk lolos pengawasan dari beberapa sistem hukum yang berbeda di seluruh dunia.

“Hingga hari ini, kami telah mengungkapkan 0 bita data pengguna kepada pihak ketiga, termasuk pemerintah,” tulis Telegram.[]

Redaktur: Andi Nugroho

#telegram   #whatsapp   #enkripsiend-to-end   #mediasosial   #signal   #keamanandanprivasi

Share:




BACA JUGA
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual
Meta Luncurkan Enkripsi End-to-End Default untuk Chats dan Calls di Messenger
Lindungi Percakapan Sensitif, WhatsApp Luncurkan Fitur Secret Code
Gunakan Bot Telekopye Telegram, Penjahat Siber Membuat Phishing Scams Skala Besar