
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Presiden Joko Widodo membubarkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melalui Perpres Nomor 112/2020 yang diteken pada 26 November lalu.
BRTI dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Telekomunikasi tahun 1999. Cukup lama pemerintah membentuk lembaga ni. Butuh empa tahun untuk menyiapkannya.
Pada 2003, sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2003 dibentuklah BRTI.Dua tahun kemudian, pemerintah melakukan sejumlah revisi pasal melalui Permenkominfo Nomor 11/2005.
Kala itu sempat muncul kritik bahwa BRTI dibentuk hanya karena pemerintah ingin memuluskan kenaikan tarif telepon, tulis Hukum Online, 28 Agustus 2003. Anggota Komisi IV DPR, Rully Chairul Azwar, waktu itu menilai bahwa BRTI hanya cocok untuk waktu sementara, untuk masa-masa transisi. Ia melihat dari segi dasar hukum. Bahwa, menurut dia, harusnya BRTI dibentuk lewat peraturan pemerintah, bukan lewat kepmen.
Berita Terkait:
Latar belakang
Pada Pasal 2 Kepmenhub 31 disebutkan maskud dibentuknya BRTI adalah untuk lebih menjamin adanyanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi baik dalam fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
Badan tersebut meliputi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, dan Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT). KRT BRTI diisi dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
Disebutkan dalam situs webnya, diakses Minggu (29 November), fungsi dan wewenang BRTI terbagi dalam tiga, yaitu pengaturan, pengawasan, dan pengendalian.
Dalam pengaturan, BRTI memiliki fungsi yaitu menyusun dan menetapkan ketentuan terkait penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi, pengembangan infrastruktur penyiaran, dan sumber daya telekomunikasi dan penyaiaran.
Terkait pengawasan, BRTI berfungsi memantau kinerja operasi dan persaingan usaha penyelenggaraan jaringan dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi dan penyiaran, serta penggunaan frekuensi radio dan orbit satelit. Selain itu, peningkatan teknologi dan infrastruktur informatika, pemberdayaan informatika, ekonomi digital, dan internet.
Terakhir menyangkut pengendalian, tugas BRTI yaitu penyelesaian perselisihan antar penyelenggara telekomunikasi, penerapan standar kualitas layanan, penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi dan penyiaran , dan/atau penggunaan frekuensi radio dan orbit satelit; dan
Untuk tugas harian, BRTI dijalankan oleh para komisioner yang berjumlah sembilan orang. KRT periode saat ini sebetulnya masih menyisakan waktu setahun lagi untuk masa jabatan terakhir.
Berikut ini KRT BRTI periode 2018-2022:
Revisi dan wacana pembubaran
Pada 2005, era Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil, pemerintah menerbitkan revisi atas Kepmenhub 31.
Salah satu revisi terdapat di Pasal 7. Disebutkan dalam pasal terbaru itu bahwa “Anggota BRTI bebas dari segala kepentingan dan putusannya semata-mata untuk kepentingan publik.”
Sebelumnya, pasal itu menyebutkan bahwa “BRTI dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bebas dari pengaruh kekuasaan dan atau kepentingan pihak lain.”
Dihapusnya kata “kekuasaan” yang terkesan BRTI “tak lagi independen”. Padahal, badan ini awalnya diharapkan sebagai Badan Regulasi Mandiri (Independent Regulatory Body/IRB) yang diharapkan melindungi kepentingan publik dan kompetisi bisnis telekomunikasi.
Ketidaktegasan BRTI seringkali terlihat dalam penyelesaian kasus. Misal, dalam kasus SIM swap atau pembajakan kartu seluler yang akhir-akhir ini marak terjadi, BRTI membuat solusi “mengambang” dan hanya bersifat reaktif ketika terjadi insiden telekomunikasi. BRTI menyatakan akan melihat kembali SOP setiap operator telekomunikasi terkait pergantian kartu seluler.
Ada usulan pemakaian verifikasi identitas berbasis biometrik, tapi BRTI mengaku tak siap karena banyak mekanisme hukum yang harus dilalui. Dan, saat ini belum ada kejelasan BRTI memberikan “aturan seperti apa yang harus ditegakkan kepada operator untuk mencegah terjadinya SIM swap”.
Wacana pembubaran BRTI memang pernah digaungkan oleh para politisi di Dewan Perwakilan Rakyat pada 2012. Kala itu, masalah pencurian pulsa marak terjadi sehingga DPR membentuk Panitia Kerja Pencurian Pulsa Komisi I.
Kala itu, Ketua Harian Panja Pencurian Pulsa, Tantowi Yahya, mengkritik keras tugas dan fungsi BRTI yang tak terlihat serius dalam menangani kasus pencurian pulsa.
Anggota Komisi I Yoris Raweyai lantang mengusulkan waktu itu agar BRTI dibubarkan saja. “Sudah jelas mereka tidak berguna, lebih baik tidak ada saja BRTI,” ujar dia seperti dikutip dari Berita Satu, 2 Februari 2012.
Dan, akhirnya, “mimpi” Yoris terwujud di era Presiden Jokowi.
Sejauh ini belum ada komentar dari pemerintah apa yang melatarbelakangi pembubaran BRTI. Anggota Komisioner BRTI Agung Harsoyo hanya berkomentar membenarkan pembubaran tersebut.
“Kalau kenapanya, saya tidak tahu jawabannya. Kalau kelanjutannya, semua yangg tadinya jadi tugas BRTI, dilakukan oleh Kementerian Kominfo,” ujar dia kepada Cyberthreat.id, Minggu.[]
Share: