
Empat aplikasi pinjaman online ilegal yang masih beredar di Google Play Store. | Foto: Cyberthreat.id/Andi Nugroho
Empat aplikasi pinjaman online ilegal yang masih beredar di Google Play Store. | Foto: Cyberthreat.id/Andi Nugroho
Cyberthreat.id - Fakta masih munculnya aplikasi peminjaman dana berbasis teknologi keuangan (financial technology) di Google Play Store membuat kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipertanyakan. Pasalnya, sebelumnya OJK sesumbar aplikasi tersebut telah diblokir setelah dinyatakan ilegal.
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menilai OJK masih belum serius dalam mengatasi permasalahan fintech ilegal. Hal itu terlihat dari masih muncujlnya fintech ilegal dan dapat diakses meskipun OJK mengaku telah memblokirnya.
"Nah ini yang sering kali berulang kali terjadi. Yang dinyatakan ilegal ternyata masih banyak hadir di Play Store, yang sudah diblokir juga masih bisa diakses dan tersedia di Play Store," ungkap Heru kepada Cyberthreat.id, Jumat (27 November 2020).
Menurut Heru, OJK perlu melakukan koordinasi yang lebih jelas dan tegas bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), karena ia melihat kurang seriusnya OJK dalam pemblokiran aplikasi ini.
"Perlu lebih dioptimalkan dan lebih serius lagi perannya OJK ini," ujarnya.
Dalam pandangan Heru, OJK memunculkan kesan seolah sangat serius dan jelas ketika menyampaikan pemblokiran aplikasi fintech ilegal ke publik. Namun, menurut Heru, pada kenyataannya OJK tidak jelas aksinya dan terkesan tak serius.
"Harus rajin mengawasi tiap hari, terlebih pengawasan yang dilakukan tidak secara day-to-day," kata Heru.
Heru menambahkan, aturan POJK juga perlu diubah dan harus disesuaikan berdasarkan evaluasi POJK yang ada. Misal dalam hal perijinan. Ia menilai, masih membingunkan antara fintech yang berijin dan terdaftar.
"Kenapa sih tidak disederhanakan saja dengan istilah yang telah mendapat ijin tanpa harus ada terdaftar? Itu membuat masyarakat bingung," tambah Heru.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyampaikan hal senada. Ardi menyarankan agar OJK meningkatkan perannya dalam hal literasi kepada masyarakat.
Terlebih saat ini menjadi tantangan terbesar bagi semua pihak di era digital, karena saat ini pemerintah dan pengembang teknologi memaksa semua orang untuk mengikuti transformasi digital. Ironisnya, masyarakat tidak pernah dipersiapkan dari berbagai aspek terutama perilaku dan aspek psikologisnya. Di sinilah seharusnya OJK dan pemegang kepentingan lainnya diperlukan kehadirannya.
"Mereka adalah lembaga pengawas yang seharusnya lincah namun jadi birokratis dan terlalu bergantung kepada pihak ketiga atau konsultan yang belum tentu punya pengalaman di bidang Keamanan dan ketahanan siber terutama terkait hal dengan psikiatri forensik," kata Ardi.
Menurut Ardi, OJK seharusnya berkaca dengan lembaga pengawas sektor keuangan di Negara lain, yang lebih proaktif khususnya dalam hal keamanan siber, literasi kepada masyarakat, dan perlindungan konsumen. (Baca: APRA Australia Ancam Tindak Lembaga Keuangan yang Keamanan Sibernya Lemah, Apa Kabar OJK Kita? ).
"Yang diutamakan mereka harus proaktif mengikuti perkembangan jaman, Kalau tidak pasti akan tertinggal dengan yang lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, penelusuran Cyberthreat.id menemukan setidaknya ada empat platform financial technology (fintech) yang telah dinyatakan ilegal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Maret 2020 ternyata masih beroperasi dan belum diblokir hingga saat berita ini ditulis.
Empat layanan fintech itu: KSP DanaCepat Pinjam Uang Tunai Kredit Dana; KSP Dompet Gajah–pinjam uang cepat online; Pinjam Lite; dan Pinjaman Terpercaya–Pinjaman terbaik Masa Kini.
Dikonfirmasi tentang itu, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L. Tobing mengatakan hal itu terjadi kemungkinan lantaran terlewatkan diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Kemungkinan terlewatkan belum diblokir di Kemenkominfo," ujarnya kepada Cyberthreat.id, Jumat (27 November 2020).
Pasalnya, kata Tongam, pihaknya sudah memberikan daftar fintech ilegal itu ke Kominfo.
"Satgas Waspada Investasi telah menyampaikan seluruh entitas yang dihentikan untuk diblokir kepada Kemenkominfo," ujarnya.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: