
Bank Indonesia | Foto: Bisnis/Abdullah Azzam
Bank Indonesia | Foto: Bisnis/Abdullah Azzam
Jakarta, Cyberhtreat.id - Bank Indonesia menyatakan telah mengikuti perkembangan isu Libra, mata uang digital atau kriptokurensi (cryptocurrency) yang sedang dipersiapkan oleh Facebook dan kemungkinan baru dirilis September 2020.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko, mengatakan, BI saat ini masih terus mengkaji dan mempelajari Libra.
"Salah satu intinya kan harus balance antara inovasi dan stabilitas. Kami tetap disiplin untuk perizinan, pengawasan, regulasi, dan kedepankan perlindungan konsumen serta persaingan yang sehat," ujar Onny dihubungi Cyberthreat.id, Senin (24 Juni 2019).
Menurut dia, BI belum bisa banyak berkomentar karena masih harus menunggu kajiannya. "Barangnya seperti apa? belum jelas, apakah kripto tersebut termasuk alat pembayaran atau komoditi atau apa, belum jelas, Mas...," jelas dia.
Ia mengatakan, bahwa BI telah memiliki lima visi sistem pembayaran Indonesia (SPI) 2025 yang disusun untuk mempersiapkan terhadap tantangan ekonomi digital ke depan, "Tidak hanya Libra," kata dia.
Pada 27 Mei lalu, BI mengeluarkan lima Visi SPI 2025 untuk memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif.
"Visi ini merupakan respons atas perkembangan digitalisasi yang mengubah lanskap risiko secara signifikan, yaitu meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik, dan shadow banking yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran," demikian pernyataan BI dalam siaran persnya.
Lima Visi SPI tersebut, antara lain:
Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.
Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin interlink antara Fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital (seperti Application Programming Interface-API), kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integrita, dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering/Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech & sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.
Kelima, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
Sebagai langkah awal transformasi digital di SPI, BI melakukan soft launching QR Code Indonesia Standard (QRIS) yang memungkinkan pembayaran melalui QR akan terinterkoneksi dan terinteropabilitas dengan menggunakan satu standar QR Code. Dalam tahap awal, BI memperkenalkan QRIS untuk Merchant Presented Mode (MPM) dan akan mulai diimplementasikan pada Semester II – 2019.
Share: