
Ilustrasi e-commerce via online-pajak.com
Ilustrasi e-commerce via online-pajak.com
Cyberthreat.id - Pemerintah memutuskan mengenakan pajak bagi pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau e-commerce dalam dan luar negeri yang menargetkan pasar Indonesia. Aturan yang berlaku mulai 1 Juli 2020 ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020.
Ani Natalia, Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan, Direktorat P2 Humas Ditjen Pajak mengatakan aturan lebih rinci terdapat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor PER-12/PJ/2020.
Ia menjelaskan, Direktur Jenderal Pajak akan menunjuk pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN.
"Wewenang penunjukan sebagai pemungut PPN PMSE dilimpahkan dari Menteri Keuangan kepada Dirjen Pajak," katanya dalam webinar yang digelar Sobat Cyber Indonesia, Jumat (3 Juli 2020).
Pemungut PPN disini berarti e-commerce atau PMSE yang telah ditunjuk, wajib memungut sebesar 10 persen dari setiap barang atau jasa yang ditawarkan.
"Jadi kalau misalnya harga (barang/jasa) Rp 50 ribu, PPN-nya 10 persen yaitu Rp 5 ribu. Jadi, (konsumen) bayarnya Rp 55 ribu," ungkap Ani.
Lebih lanjut, setelah ditetapkan sebagai pemungut PPN, PMSE mulai memungut PPN satu bulan berikutnya. "Jadi misalnya hari ini (3 Juli 2020) keluar Surat Keputusan Dirjen Pajak yang menunjuk perusahaan A sebagai pemungut PPN. Nah, si perusahaan itu mulai memungut PPN per 1 Agustus nanti," jelas Ani.
Pemungutan PPN sebesar 10 persen itu dilakukan pada saat pembayaran oleh pembeli barang atau penerima jasa.
Kriteria Penunjukkan Pemungut PPN PMSE
Hanya PMSE yang telah memenuhi kriteria tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Adapun kriterianya, antara lain:
1. PMSE yang memiliki nilai transaski lebih dari Rp 600 juta dalam satu tahun atau Rp 50 juta dalam satu bulan dengan pembeli di Indonesia.
2. PMSE yang telah diakses lebih dari 12.000 kali dalam satu tahun atau 1.000 dalam satu bulan oleh konsumen di Indonesia.
"Jadi bisa dipastikan bahwa yang ditunjuk itu kalau nilai transaksinya sudah diatas Rp 600 juta dan yang pengaksesnya sudah melebihi 12.000 dalam satu tahun atau 1.000 dalam satu bulan," tambah Ani.
Penyetoran PPN dan Pelaporan Pungutan PPN
PMSE wajib menyetorkan hasil pungutan PPN setiap Masa Pajak atau setiap bulannya. Semisal, PMSE mulai memungut PPN per 1 Agustus 2020, maka hasil pungutan PPN itu wajib disetorkan pada akhir bulan berikutnya, berarti paling lambat tanggal 30 September 2020.
"Jadi dia ada waktu untuk ngumpulin penjualan dari 1 Agustus sampai 30 Agustus. Kemudian, dia akan setorkan paling lambat tanggal 30 September 2020," pungkas Ani.
Setelah itu, pemungut PPN PMSE wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor secara triwulanan atau setiap tiga bulan untuk periode 3 Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.
Sebagai contoh, PMSE telah memungut dan menyetor PPN pada bulan Januari, Februari dan Maret, maka PMSE wajib melaporkannya paling lambat tanggal 30 April 2020.
"Yang dilaporkan itu jumlah pembeli/penerima jasa, jumlah pembayaran, jumlah PPN yang dipungut dan jumlah PPN yang telah disetorkan untuk setiap Masa Pajak," papar Ani.[]
Ralat: Artikel ini semula berjudul "Belanja di E-commerce Asing Akan Dipajaki PPN 10 Persen" diganti dengan "Belanja di E-Commerce Akan Dipajaki PPN 10 Persen". Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Terima kasih.
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: