
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Pemerintah India dirundung kecemasan serangan siber lantaran infrastruktur kritisnya selama bertahun-tahun dipegang oleh perusahaan China.
Pasca pemblokiran terhadap 59 aplikasi China pada Senin (29 Juni 2020), pemerintah khawatir ada serangan balasan dari China.
Sejumlah sektor, seperti listrik, telekomunikasi, dan jasa keuangan di India pun dijaga ketat, menurut sumber internal pemerintah India yang dikutip Economic Times, Rabu (1 Juli).
"Karena kami telah mengizinkan orang China selama bertahun-tahun untuk berinvestasi dalam infrastruktur kritis, terutama dalam komunikasi dan energi, mereka memiliki kunci untuk jaringan-jaringan di negara ini...” ujar sumber itu.
“Dan, melalui [jaringan-jaringan] itu, mereka memiliki pengaruh terhadap sektor keuangan kami juga.”
"Mereka berpotensi memicu masalah di jaringan mana pun melalui lokasi terpencil,” sumber tersebut menjelaskan.
Berita Terkait:
Pakar keamanan siber setempat juga menyarankan agar pemerintah India memperluas pengawasan dan fokus pada sektor-sektor yang didanai investor China.
“Dalam iklim ekonomi saat ini, tidak ada yang mampu melakukan perang fisik,” ujar Siddharth Vishwanath, kepala keamanan siber di PricewaterhouseCoopers (PwC) India, sebuah perusahaan jasa konsultan asal London. PwC masuk daftar Big Four Auditors bersama Ernst & Young, Deloitte, dan KPMG.
Siddharth melanjutkan, “...perang [saat ini] dilakukan dalam bentuk siber, perdagangan, dan berpotensi konflik rantai pasokan. Sekarang perusahaan-perusahaan yang memiliki dana dari investor China akan berada di bawah pengawasan, terutama platform teknologi,” ujar dia.
Dengan pelarangan aplikasi, menurut dia, adalah sebuah “langkah pre-emptive dari pengawasan skala besar."
Sementara itu, pakar hukum siber Pavan Duggal menyoroti pada perangkat-perangkat pengawasan buatan China yang dipakai di kantor-kantor pemerintahan dan swasta.
Ia mendorong agar perangkat-perangkat itu masuk dalam radar pengawasan utama.
Berita Terkait:
Hal senada juga disampaiakn CEO Banbreach, perusahaan keamanan siber, Suman Kar. Menurut dia, pemblokiran 59 aplikasi juga berpotensi penjahat siber membuat aplikasi palsu yang menargetkan pengguna smartphone India. Aplikasi palsu seperti itu, kata dia, sangat rentan disusupi malware.
Diberitakan sebelumnya, India melarang 59 aplikasi berkaitan China, termasuk TikTok dan WeChat menyusul konflik perbatasan di Ladakh, Himalaya yang melibatkan militer kedua negara.
Menurut India Today, sejak ketegangan kedua negara, media sosial di India menyerukan desakan boikot terhadap produk-produk terkait China, termasuk merek dan aplikasi seluler.
Menurut Kementerian Elektronik dan Teknologi Informasi India, pelarangan itu lantaran aplikasi-aplikasi tersebut dinilai “merugikan kedaulatan dan integritas India, pertahanan dan keamanan negara, dan ketertiban umum di India”.
Dalam sebuah pernyataan, Senin (29 Juni), kementerian mengatakan, menerima banyak keluhan, termasuk laporan dugaan penyalahgunaan beberapa aplikasi seluler Android dan iOS.
Menurut kementerian, aplikasi-aplikasi itu diklaim "mencuri dan secara diam-diam mentransmisikan data pengguna secara tidak sah ke server yang memiliki lokasi di luar India".
"Pengumpulan data-data itu, penambangan dan profiling oleh elemen-elemen yang mengancam keamanan dan pertahanan nasional India, yang pada akhirnya berdampak pada kedaulatan dan integritas India, ialah masalah yang sangat dalam dan menjadi perhatian segera yang memerlukan tindakan darurat," demikian pernyataan kementerian.[]
Aplikasi-aplikasi China yang diblokir di India. | Sumber: India Today.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: