
Jenderal Polisi Idham Azis | Foto: Faisal Hafis/Cyberthreat.id
Jenderal Polisi Idham Azis | Foto: Faisal Hafis/Cyberthreat.id
Cyberthreat.id - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis meminta masyarakat mewaspadai rasa amarah dan kebencian yang merebak di media sosial. Dua hal itu dapat merusak pikiran masyarakat yang berpotensi menjadi konflik dan perselisihan di dunia nyata maupun di dunia maya. Idham mengungkapkan itu dalam rangka memperingati Hari Media Sosial Nasional setiap tanggal 10 Juni.
"Hal yang harus dihindari adalah medsos dijadikan sarana untuk saling menjatuhkan dan menciptakan propaganda yang berpotensi memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Idham Azis dalam siaran pers, Rabu (10 Juni 2020).
Masyarakat diminta menyampaikan informasi dengan benar di media sosial. Dunia Maya, kata dia, harus dimanfaatkan untuk mengisi hal-hal positif, karya seni, inspiratif, kreatif dan edukatif. Sebaliknya konten seperti hasutan, ujaran kebencian, hoax dan hal negatif lainnya harus dihindari.
Sejauh ini, kata Idham, negara mengatur penggunaan medsos dalam UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain terkait pencemaran nama baik, penghinaan SARA, dan perdagangan elektronik.
"Banyak contoh kasus bagaimana orang tidak bijak bermedia sosial sehingga terjerat UU ITE. Karena itu, masyarakat harus bijak dalam menggunakan medsos jangan ada lagi yang dirugikan," ujar Idham.
Kapolri juga mengingatkan tentang hoax dan disinformasi yang sudah terbukti sebagai hal yang berbahaya dan merusak, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Efek domino dari hoax dan disinformasi itu sangat memengaruhi lapisan sosial masyarakat dan membentuk cara pandang seseorang.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono kembali mengingatkan masyarakat untuk menerapkan salah satu prinsip aman dan nyaman menggunakan media sosial yakni "Saring Sebelum Sharing".
Selama ini, kata dia, pelaku kejahatan di media sosial banyak yang terjerat kasus hukum karena tidak menerapkan prinsip ini. Efek negatifnya adalah muncul rasa marah dan benci akibat konten yang tidak bertanggung jawab tersebut.
"Tetap saring dulu baru sharing," tegasnya. []
Share: