IND | ENG
Hana Kimura Bunuh Diri Akibat Cyber Bullying, Jepang Wacanakan Revisi UU

Hana Kimura | Instagram

Hana Kimura Bunuh Diri Akibat Cyber Bullying, Jepang Wacanakan Revisi UU
Arif Rahman Diposting : Jumat, 05 Juni 2020 - 19:13 WIB

Cyberthreat.id - Jepang berencana melakukan rangkaian audiensi mempertimbangkan revisi terhadap undang-undang yang membantu korban perundungan (cyber bullying) mencari keadilan. Wacana ini muncul ke ruang publik di Negeri Sakura setelah seorang pegulat profesional, Hana Kimura, bunuh diri karena menjadi sasaran bullying.

Kimura, gadis berusia 22 tahun keturunan Jepang-Indonesia dikenal dengan rambut nyentrik berwarna pink, menghirup gas beracun di rumahnya pada 23 Mei lalu. Di hari yang sama, promotor gulatnya, Stardom Wrestling, mengumumkan kematian Kimura yang tahun lalu menjadi perhatian kala tampil di acara reality show Terrace House di Fuji Television Jepang dan juga disiarkan Netflix.

Kimura sempat mengungkapkan dirinya mengalami intimidasi di media sosial dan dipermalukan. Ia juga berjuang untuk melukai diri sendiri. Postingan terakhir Instagram-nya diunggah pada 22 Mei - sehari sebelum kematiannya - memperlihatkan Kimura berpose dengan seekor kucing disertai ungkapan Selamat Tinggal (Good Bye).

Junko Mihara, anggota Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Jepang, mengatakan ingin mengetahui berbagai pendapat dan masukan dari para ahli mengenai cyber bullying dan kemungkinan korban untuk mencari keadilan. Sejak pandemi Covid-19, jumlah warga Jepang yang online semakin banyak dan potensi untuk mendapat intimidasi dan cyber bullying makin besar.

"Orang-orang harus memahami garis antara kritik konstruktif dan penghinaan," kata Mihara yang memimpin partainya dalam pembahasan cyber bullying dilansir Reuters, Rabu (3 Juni 2020).

Daisuke Tsuda, penulis buku terkait media online dan media sosial di Jepang, mengatakan kematian Kimura merupakan momentum bagi politisi dan korban cyber bullying untuk merevisi undang-undang yang telah ada. Dalam perkembangannya, cyber bullying juga terkait membongkar data pribadi dan informasi sensitif seseorang.

"Di internet, keseimbangan antara kebebasan berbicara-berpendapat dengan martabat seseorang benar-benar tidak adil. Martabat seseorang telanjang tanpa perlindungan sama sekali," kata Daisuke Tsuda.

Dalam jajak pendapat Ipsos tahun 2018, Jepang menempati peringkat tertinggi dari 28 negara yang mengambil langkah-langkah pencegahan intimidasi cyber. Tetapi, Jepang juga paling rendah untuk kesadaran publik tentang pelecehan online seperti cyber bullying.

Data pemerintah Jepang menunjukkan jumlah kasus intimidasi cyber yang dilaporkan di sekolah-sekolah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam empat tahun hingga tahun 2018.

Korban kesulitan menempuh jalur hukum karena undang-undang cyber bullying yang berlaku di Jepang sekarang disahkan 2001. Jauh sebelum Facebook dan Twitter hadir di internet. Sejauh ini banyak pakar hukum dan pakar cyber Jepang melihat kematian Kimura sebagai jalan untuk memperbarui hukum dan undang-undang.

#Hanakimura   #cyberbullying   #perundungan   #datapribadi   #doxing   #mediasosial   #Facebook   #twitter

Share:




BACA JUGA
Pemerintah Dorong Industri Pusat Data Indonesia Go Global
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Google Penuhi Gugatan Privasi Rp77,6 Triliun Atas Pelacakan Pengguna dalam Icognito Mode
Serahkan Anugerah KIP, Wapres Soroti Kebocoran Data dan Pemerataan Layanan
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual