IND | ENG
AJI Jakarta: Kasus Doxing Terhadap Wartawan Banyak yang Tertutup

Ilustrasi

AJI Jakarta: Kasus Doxing Terhadap Wartawan Banyak yang Tertutup
Arif Rahman Diposting : Kamis, 28 Mei 2020 - 14:00 WIB

Cyberthreat.id - Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung, mengatakan kasus doxing, teror, dan intimidasi terhadap wartawan/jurnalis jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang diberitakan oleh berbagai media. Menurut dia, banyak kasus doxing yang tertutup karena korban tidak bersedia dipublikasikan sehingga potensi munculnya kasus serupa ke depan makin besar.

"Datanya tertutup karena permintaan korban," kata Erick kepada Cyberthreat.id, Kamis (28 Mei 2020).

AJI Jakarta sebelumnya menerbitkan rilis meminta pihak keamanan mengusut kasus doxing yang menimpa seorang wartawan baru-baru ini. Kasus doxing dialami jurnalis setelah menulis berita terkait Presiden Joko Widodo, Selasa 26 Mei 2020.

Korban adalah jurnalis Detikcom yang di-intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh. Kasus bermula ketika jurnalis Detikcom menulis berita tentang rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemi Covid-19. Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.

Namun, pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun telah dipublikasi Detikcom dalam bentuk artikel.

Setelah itu, kekerasan terhadap penulis berita dimulai di media sosial. Nama penulis yang tercantum di dalam berita pun menyebar di internet, dari Facebook hingga Youtube. Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris yang mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan.

Selain itu, situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.

"Ini bisa jadi preseden ke depan kalau tidak disikapi dan diproses hukum hingga tuntas. Ancaman bagi kemerdekaan pers," ungkap Erick.

Apa itu Doxing?

AJI Jakarta di dalam rilisnya menyebut Doxing sebagai upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau bisa disebut juga persekusi online hingga pembunuhan karakter.

Dalam kasus jurnalis Detikcom, selain doxing, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan kepadanya. Padahal kenyataannya korban tak pernah memesan makanan melalui aplikasi. Bahkan jurnalis tersebut diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp.

"Kasus kekerasan dalam bentuk doxing terhadap jurnalis bukan baru kali ini terjadi di Jakarta. Sebelumnya ada empat kasus jurnalis yang (dipublikasikan) mengalami doxing terkait pemberitaan."

Menurut Erick, tiga kasus doxing terjadi pada tahun 2019. Diantaranya, jurnalis Detik.com di-doxing karena berita tentang pernyataan juru bicara Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin dan saat meliput peristiwa yang disebut “Aksi Bela Tauhid".

Kemudian jurnalis Kumparan.com dipersekusi karena tidak menyematkan kata 'habib' di depan nama Rizieq Shihab dalam beritanya. Kemudian doxing terhadap jurnalis CNNIndonesia.com terkait berita berjudul "Amien: Tuhan Malu Tak Kabulkan Doa Ganti Presiden Jutaan Umat".

Satu kasus terjadi pada September 2019 terhadap Febriana Firdaus, jurnalis yang melaporkan untuk Al-Jazeera. Febriana di-doxing dan diteror karena pemberitaan terkait kerusuhan di Papua.

#Doxing   #mediasosial   #whatsapp   #aji   #Jakarta   #internet   #Facebook   #youtube

Share:




BACA JUGA
Survei APJII, Pengguna Internet Indonesia 2024 Mencapai 221,5 Juta Jiwa
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Kanal Youtube Diretas karena Konten Kritis? Begini Kata Akbar Faizal
Tingkatkan Kecepatan Internet, Menkominfo Dorong Ekosistem Hadirkan Solusi Konkret
Tingkatkan Kualitas Layanan Telekomunikasi, Kominfo Siapkan Insentif dalam Lelang Low Band