
Ilustrasi | Foto: anyline.com
Ilustrasi | Foto: anyline.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Ada empat daftar yang dihasilkan Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional (SIBINA) saat mendeteksi dan menganalisis nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) ponsel, antara lain whitelist, notification list, exception list, dan blacklist.
Kepala Subdit TIK Direktorat Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian RI, Najamudin, mengatakan, pengelompokkan daftar tersebut sangat bergantung pada data IMEI dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang dikumpulkan sejak 2012, data dump operator seluler, dan data Global System for Mobile Association (GSMA) yang berjumlah 1,7 miliar.
Dari data-data tersebut, SIBINA akan menganalisis, “dan bisa saja ditemukan IMEI ganda atau IMEI palsu, dan lain-lain,” kata Najamudin saat ditemui Cyberthreat.id di kantornya, Kamis (27 Februari 2020).
Pertama, daftar putih (whitelist). Jika ponsel yang dideteksi dan dianalisis oleh SIBINA dinyatakan masuk daftar ini, artinya ponsel sudah pasti legal. Whitelist adalah daftar data nomor IMEI ponsel yang telah diregistrasikan.
Kedua, daftar notifikasi (notification list). Jika ada ponsel yang oleh SIBINA dimasukkan dalam daftar ini, artinya mesin akan mengirimkan “pemberitahuan/notifikasi”.
“Mungkin ditanya seperti ini: ‘HP kamu kayaknya enggak terdaftar atau enggak legal’. Nanti verifikasinya kami kasih waktu 90 hari sesuai mekanisme yang disiapkan,” ujar dia.
Jika verifikasinya baik, IMEI tersebut masuk kategori whitelist atau exception list. Adapun jika verifikasinya tidak baik, IMEI tersebut masuk ke kategori blacklist.
Jadi, notification list adalah daftar data nomor IMEI yang tidak terdaftar di whitelist sehingga diberi tanda notifikasi untuk dicek kembali.
“90 hari ini pemberian waktu paling lama kepada pengguna ponsel untuk diverifikasi. Artinya, ponsel tidak langsung diblokir jika tidak terdaftar atau tidak masuk dalam exception list,” ujar Najamudin.
Berita Terkait:
Ketiga, daftar pengecualian (exception list). Menurut Najamudin, yang masuk ponsel daftar ini, seperti ponsel turis (pendatang), ponsel bawaan atau beli dari luar negeri, dan perangkat ber-IMEI yang memang perlu dikecualikan dalam pengendalian IMEI.
“Beli handphone di luar negeri itu boleh dan ketika masuk Kepabean Indonesia, harus daftar di Bea Cukai dan menyelesaikan kewajibannya jika tidak ingin diblokir,” kata dia.
Ketika ponsel tersebut sudah daftar pengecualian dan akan dipakai di Indonesia, pemerintah harus memberikan izin layanan.
Keempat, daftar hitam (blacklist). Ini adalah daftar kumpulan IMEI yang harus diblokir oleh operator seluler. Ponsel yang masuk dafar ini artinya nomor IMEI-nya tidak masuk di SIBINA dan tidak memenuhi syarat untuk aktif.
Menurut dia, proses memasukkan ponsel ke kategori daftar hitam bisa berasal dari IMEI yang masuk daftar pengecualian yang gagal verifikasi atau memang ponsel dengan IMEI yang tidak memenuhi syarat untuk aktif.
“Ada proses sebelum ke blacklist, yaitu masuk notification list dulu. Jadi, tidak langsung blokir, diberikan notifikasi lebih dulu, setelah proses verifikasi akan terlihat lolos atau blokir,” ia menambahkan.
Sementara itu, Najamudin mengingatkan agar masyarakat yang akan membeli ponsel baru, meski tergolong ilegal, segera mengaktifkan sejak saat ini. Sebab, jika ponsel diaktifkan setelah aturan dimulai, yaitu pada 18 April 2020, artinya ponsel akan terblokir secara sistem.
“Sebelum tanggal itu, pemblokiran ponsel yang sudah aktif tidak dilakukan sampai ponsel tersebut rusak atau tidak bisa digunakan lagi,” ujar dia.
Najamudin berharap saat aturan sudah berlaku, masyarakat tidak membeli ponsel ilegal lagi. Sosialisasi pemblokiran IMEI juga telah dilakukan di sejumlah daerah, seperti Batam dan Jakarta. Rencana, sosialisasi akan menjangkau daerah di luar Jawa, seperti Papua.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: