
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Pemerintah China mengeluarkan regulasi yang menjadi panduan hukum terkait dengan jenis-jenis pelanggaran privasi yang dilakukan oleh pengembang aplikasi.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut khususnya menyangkut pengumpulan dan penyalahgunaan informasi pribadi secara online, demikian seperti dikutip dari Caixing Global, Selasa (31 Desember 2019).
Regulasi tersebut disusun bersama oleh The Cyberspace Administration of China, Kementerian Industri dan Teknologi Informasi, Kementerian Keamanan Publik, dan Administration for Market Regulation.
Regulasi tersebut bisa dipakai operator aplikasi untuk mengidentifikasi pelanggaran, panduan melakukan pemeriksaan mandiri, dan memantau praktik aplikasi oleh pengguna.
Jenis-jenis pelanggaran tersebut, antara lain:
Pemerintah China menyatakan akan memberikan tindakan keras terhadap pengumpulan informasi pribadi secara ilegal oleh aplikasi.
Laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Akademi Ilmu Sosial China (CASS) menyebutkan, sekitar 90 persen orang China khawatir dengan informasi pribadi dan catatan kegiatan mereka yang disimpan oleh pihak ketiga.
Awal Desember ini, Kementerian Keamanan Publik China mengklaim telah menutup 100 aplikasi perbankan hingga platform buku online karena tidak memiliki perjanjian privasi.
Selain itu, mereka tidak memberikan deskripsi yang jelas tentang ruang lingkup penggunaan informasi pribadi dan “mengumpulkan informasi pribadi yang tidak perlu,” kata pemerintah.
Kementerian juga menyelidiki hampir 700 aplikasi yang mengumpulkan informasi pribadi secara ilegal. Sekitar 8.000 aplikasi telah menyelesaikan pemeriksaan mandiri dan memperbaiki kesalahan.
Profesor hukum di Universitas Peking, Xue Jun, menyarankan kepada pemerintah untuk membentuk satu departemen yang fokus untuk pengatur privasi online seperti di Uni Eropa.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian Hukum Data Shanghai Jiao Tong University, He Yuan, mengatakan saat ini pelaku pelanggaran privasi masih belum diberi hukuman tegas.
Sejumlah pihak memang menghadapi hukuman penjara, tapi yang lain lolos begitu saja. “Hal ini membuat banyak operator menengah hingga kecil memilih untuk mengambil risiko,” kata dia.
Ia menyarankan agar mekanisme penyelesaian hukum meniru AS. Pemerintah dan perusahaan dapat menegosiasikan penyelesaian pelanggaran dan denda besar demi mencegah pelanggaran di masa depan.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: