IND | ENG
Drone, Serangan Cyber, dan Propaganda Media Sosial di Perang Libya

Ilustrasi | Foto: SCMP

Drone, Serangan Cyber, dan Propaganda Media Sosial di Perang Libya
Arif Rahman Diposting : Minggu, 03 November 2019 - 16:47 WIB

Cyberthreat.id - Peneliti Institute for Security Studies (ISS) Matthew Herbert menerbitkan tulisan yang menggambarkan bagaimana Libya kini telah berubah menjadi daratan yang mengerikan akibat konflik dan perang fisik yang menjadi satu dengan perang cyber.

Artikel Herbert yang dimuat ISS Africa pertengahan Oktober 2019 menyatakan keterlibatan asing di Perang Libya menjadikan segala jenis teknologi masuk secara masif mulai dari teknologi drone, cyber attack dan cybersecurity.

Tak cukup sampai di situ, panasnya medan peperangan digoreng oleh gelombang hoaks dan arus disinformasi yang bersifat memprovokasi situasi di lapangan. Matthew menyebut teknik ini sebagai propaganda media sosial.

"Serangan drone menyerang musuh dari lokasi terpencil, serangan siber (cyber attack) melumpuhkan Pemerintahan, ditambah propaganda media sosial mengubah Libya bersimbah darah dan ribuan orang tewas, terluka dan mengungsi," demikian tulisan Matthew dilansir ISS Africa.

Perang Libya terjadi antara Angkatan Bersenjata Arab Libya (LAAF/Libyan Arab Armed Forces) oleh milisi Khalifa Haftar, koalisi milisi yang berbasis di bagian timur negara tersebut. Sejak April, milisi LAAF telah menjalankan misi untuk merebut ibu kota Libya, Tripoli. LAAF di dukung Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Rusia dan Prancis.

Sementara Tripoli dikuasi Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA/Government of National Accord) yang diakui secara internasional dan didukung oleh milisi dari seluruh Libya Barat. Turki dan Qatar adalah pendukung utama GNA.

"Konflik Libya memperlihatkan seperti apa konflik dan peperangan yang akan terjadi di abad ini."

Temuan PBB

Perwakilan PBB untuk Libya, Ghassan Salame, mengatakan kedua pihak yang berperang setidaknya telah melancarkan lebih dari 900 serangan drone. Drone digunakan untuk melakukan pengintaian, pengawasan, hingga serangan ke gudang senjata, bandara dan fasilitas Pemerintah.

"Untuk serangan drone ini, baik LAAF dan GNA menggunakan fasilitas dari luar negeri," kata Salame.

Turki memasok drone untuk GNA dengan mengirim selusin lebih kapal yang bermuatan drone Bayraktar TB2 dan alat perang darat. Harga komponen ini dikisaran 6 juta USD (Rp84 miliar).

UEA menyediakan drone Wing Loong II produksi China untuk milisi LAAF yang harganya 1 sampai 2 juta USD (Rp14 s/d Rp28 miliar).

Cyber Attack

Hacker juga turut berpartisipasi dalam perang Libya. Paling umum pekerjaan mereka adalah mencuri informasi dan data termasuk password. Setelah itu, para hacker membajak akun media sosial LAAF maupun GNA untuk menyebar propaganda.

Agustus 2019 akun Twitter milik GNA diretas kemudian mengeluarkan cuitan bahwa GNA telah kalah dan menyerahkan kepemimpinan Libya kepada LAAF. Sebaliknya hacker GNA juga meretas akun Facebook pejabat LAAF hingga berhasil mencuri dokumen rahasia sampai informasi pejabat pemerintah.

"Risiko serangan siber ke depan makin besar karena akan masuk ke perusakan sistem dan melumpuhkan persenjataan. Saat ini peretasan media sosial dan layanan Pemerintah bikin bingung dan publik ketakutan."

Facebook dan Twitter

Dua raksasa media sosial Facebook dan Twitter digunakan untuk melancarkan propaganda dalam perang Libya. Facebook yang juga memiliki WhatsApp, Facebook  Messenger dan Instagram digunakan oleh kedua pendukung LAAF dan GNA yang berada di luar negeri.

Misalnya pendukung LAAF yang dalam enam bulan terakhir mengirim gelombang postingan yang berasal dari Arab Saudi. Kedua belah pihak mengembangkan narasi-narasi yang saling klaim kemenangan untuk mengincar opini publik termasuk opini dunia internasional.

"Apa yang terjadi di Libya saat ini penting untuk dipelajari negara-negara sebagai bahan masukan memprediksi perang masa depan. Bagaimana kontur pertempuran, bagaimana asing intervensi, sementara Libya sekarat butuh dukungan internasional mengatasi dinamika konflik ini."

#Peranglibya   #drone   #cyberattack   #cyberthreat   #cybersecurity   #propaganda   #mediasosial   #Facebook   #Twitter   #Instagram

Share:




BACA JUGA
Hacker China Targetkan Tibet dengan Rantai Pasokan, Serangan Watering-Hole
Politeknik Siber dan Sandi Negara Gandeng KOICA Selenggarakan Program Cyber Security Vocational Center
Dicecar Parlemen Soal Perlindungan Anak, Mark Facebook Minta Maaf
Hacker Pro Palestina Klaim Retas Data Puluhan Perusahaan Israel
Meta Digugat, Dinilai Tak Mampu Lindungi Anak dari Predator Seksual