CYBERTHREAT menyelenggarakan seminar penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan Huawei Indonesia. Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian menyampaikan sejumlah poin penting terkait MoU yang ditandatangani di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (29 Oktober 2019). Kedua pihak fokus ke pengembangan sumber daya manusia (SDM).
"Kita (BSSN) juga sudah MoU dengan yang lain. Artinya kita juga kerja sama dengan semua pihak demi kepentingan republik ini," kata Hinsa dalam kata sambutannya.
Poin-poin pengembangan kerja sama SDM diantaranya menyangkut pelatihan-pelatihan (capacity building), Riset dan Pengembangan (R&D), seminar dan workshop hingga pertukaran informasi yang akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Menurut Hinsa, kerja sama ini merupakan perwujudan negara Indonesia dengan politik luar negeri bebas dan aktif. Termasuk kerja sama teknologi, dari manapun dan oleh siapapun, selama itu berguna untuk kepentingan bangsa dan negara.
"Kita tentu tidak bisa mengakomodir semua (kepentingan), tetapi apa yang baik dan terbaik untuk kita, kita harus kerja sama, terutama di bidang teknologi informasi saat ini."
CEO Huawei Indonesia, Jacky Chen, mengatakan kolaborasi dengan BSSN merupakan bentuk komitmen pihaknya dalam mendukung ekosistem dan terbangunnya standar keamanan siber (cybersecurity) serta privasi data menuju era 5G dan terkoneksi.
Jacky Chen melihat komitmen pemerintah Indonesia dalam mendukung ekosistem. Mulai dari komitmen SDM sampai usaha menerbitkan regulasi mewujudkan cybersecurity semakin solid.
"Kesadaran serta pemahaman masyarakat terhadap keamanan dan pendeteksian dini terhadap ancaman siber penting untuk terus ditingkatkan," kata dia.
Direktur Deteksi dan Ancaman BSSN, Sulistyo, mengatakan MoU antara BSSN-Huawei berkaitan dengan kapasitas dan kapabilitas SDM. Dalam butir-butir MoU disebutkan kedua pihak akan melakukan riset bersama, pertukaran informasi, membuka ruang dialog dengan keterbukaan.
"Kerja sama secara detail kami tuangkan dalam butir-butir MoU yang merupakan dokumen publik. Bisa didownload sebagai bentuk keterbukaan kita bekerja sama dengan berbagai pihak. Sebelumnya kan kita sudah ada (kerja sama) Cisco juga," ujarnya.
Kolaborasi dan Sinergi
Expert Global Cybersecurity and Privacy Protection Huawei, Robin Wang, mengatakan kerja sama dengan BSSN merupakan bagian dari rencana strategis Huawei yang ingin memperkuat ekosistem global.
Sebelum dengan BSSN, Huawei telah menjalin banyak kerja sama dengan multi stakeholder seperti sektor industri, Pemerintahan dan perusahaan teknologi lainnya di berbagai negara dengan nilai investasi amat besar.
"Karena yang paling penting adalah kita membangun ekosistem. Security itu tidak bisa sendiri sehingga perlu kolaborasi," kata Robin.
Indonesia dan Huawei, kata dia, memiliki fokus yang sama sehingga kolaborasi bakal menyangkut banyak konsentrasi seperti teknologi, inovasi , akademisi, industri untuk bersama-sama memahami ancaman security.
"Kekuatannya di situ. Dan posisi Indonesia tidak jauh dari China. Kami punya banyak tenaga ahli disana, kami punya experience center di sana, kami akan undang Indonesia ke sana, ada seminar dan workshop, kami akan bicara tentang masa depan dan kemajuan."
Ketua Honey Net Indonesia, Charles Lim mengatakan dalam dunia industri 4.0 terdapat dua komponen penting yakni IT (Information Technology) dan OT (Operation Technology). Dua komponen tersebut penting sekali untuk menerapkan manajemen kerentanan (vulnerability management).
Honey Net, kata dia, menerjemahkan kerentanan dalam lima kelompok untuk diteliti dan dipelajari yakni Deception Technology, Malware, Tools, Data Mining, dan Cyber Crime. Honey Net baru saja mendapatkan dana riset dari Pusat Jaringan Asia Pasifik (APNIC) sebesar 20 ribu USD (Rp 280 juta) untuk mengembangkan riset threat intelligence dan Malware.
"Jadi kami bikin Honey Pot yang merubah sistem keamanan, tapi dibuat mirip dengan sistem sebenarnya yang sengaja dirancang untuk diserang," ujar Charles.
Kombes Pol Kurniadi dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengatakan fokus keamanan siber di Indonesia memang harus ditingkatkan seiring perkembangan teknologi dan perilaku manusia.
Laman Patroli Siber milik Dittipidsiber Bareskrim Polri mencatat jumlah laporan penipuan online meningkat drastis hanya dalam dua bulan sejak website resmi di launching 14 Agustus 2019.
Jumlah peningkatan tergolong fantastis dimana jumlah laporan penipuan online sekitar 1.243 ketika website dilaunching. Kini, jumlah itu meningkat menjadi 7.518 laporan.
"Sehingga kami sangat membutuhkan masukan dan kerja sama dari masyarakat, sementara dengan multi stakeholder kolaborasi juga terus ditingkatkan," kata Kombes Kurniadi.
Plt Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Antonius Malau mengatakan, tanggung jawab pihaknya yang fokus ke konten di internet terbagi ke dalam tujuh bagian. Ketujuhnya adalah Aduan Konten, Patroli Siber, Analisa Isu Populer, Penanganan Khusus Narkoba dan Terorisme, Hoaks, Laporan Trending, dan Pemblokiran Konten
"Semua itu kami lakukan berkolaborasi dengan berbagai pihak kecuali untuk keamanan siber yang merupakan wewenang BSSN," kata dia.