
Ilustrasi | Foto : Indozone.id
Ilustrasi | Foto : Indozone.id
Jakarta, Cyberthreat.id- Beberapa waktu lalu Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), merasa keberatan jika harus melakukan investasi untuk Equipment Identity Register (EIR) alat untuk memblokir ponsel Black Market. Pasalnya, investasi tersebut dianggap mahal dan semuanya harus ditanggung oleh operator.
Hal itu berkaitan dengan regulasi Identity Mobile Equipment Identity (IMEI), yang mana setiap operator telekomunikasi diminta untuk turut berpartisipasi dalam mendukung pemeberantasan ponsel ilegal di Indonesia.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan, investasi EIR ini tidak perlu dilakukan operator pada tahap awal pemberlakukan aturan IMEI ini.
Kalau pun nanti dibutuhkan, masih ada waktu 6 bulan setelah aturan ditandatangani. Cukup untuk persiapan sampai akhirnya diberlakukan secara utuh. Walau demikian, Agung tetap menyatakan bahwa bisa saja aturan ini tidak membutuhkan EIR untuk pemblokiran.
"Dari sisi teknis, sebenarnya mekanisme untuk memblokir IMEI itu tidak harus menggunakan sistem EIR," kata Agung di Jakarta, Jumat (4 Oktober 2019).
Hanya saja memang, semua itu tergantung dari peraturan tiga menteri (Kemenperin, Kominfo, dan Kemendag) tentang registrasi IMEI yang akan diterbitkan pemerintah. Metode pemblokiran apa yang akan dipakai.
"Untuk blokir IMEI tidak harus menggunakan EIR. Sebenarnya operator bisa melakukan pemblokiran IMEI, artinya begini, jika daftar IMEI yang di-blacklist sudah dikeluarkan, operator mana pun tidak bisa memberikan layanan kepada pemilik smartphone dengan IMEI yang diblokir," jelas Agung.
Namun, jika pemerintah memutuskan untuk melakukan pemblokiran perangkat, maka mesin EIR ini dibutuhkan karena fungsinya adalah untuk memblokir perangkat. Jadi, perangkat tidak dapat digunakan di seluruh dunia.
Kedua metode tersebut, sama-sama perangkat tidak bisa lagi digunakan di Indonesia. Hanya saja, kalau menggunakan EIR, maka ada investasi yang cukup besar yang harus dilakukan oleh operator, tapi jika hanya pemblokiran oleh operator saja, investasi yang diperlukan tidak besar.
Agung menuturkan, semuanya dikembalikan kepada persyaratan yang diberikan pemerintah lewat peraturan tiga menteri.
"Kalau ingin perangkat tak bisa dipakai hanya di Indonesia, pemblokiran bisa dilakukan dengan layanan operator," tutur Agung.
Sementara itu, Direktur Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa regulasi pengendalian IMEI akan berdampak positif terhadap konsumen.
“Diharapkan dengan penerapan pengendalian IMEI tersebut, peredaran ponsel ilegal atau black market akan hilang. Sehingga industri telekomunikasi semakin tumbuh pesat untuk mendukung perekonomian Indonesia. Dengan pengendalian IMEI maka tidak ada celah lagi untuk peredaran ponsel black market. Karena sistem yang berkerka,” kata Tulus.
Share: