
Pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg. Foto: CNet.com
Pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg. Foto: CNet.com
San Fransisco, Cyberthreat.id – CEO Facebook Inc Mark Zuckerberg menolak permintaan Amerika Serikat, Australia, dan Inggris yang meminta membuat backdoor (pintu belakang) di platform Facebook.
Pada Kamis (3 Oktober 2019), Zuckerberg mengatakan, dirinya tetap mempertahankan keputusannya untuk mengenkripsi layanan pesan seperti Facebook Messenger dan WhatsApp meski ada kekhawatiran tentang dampaknya terhadap eksploitasi anak dan kegiatan kriminal lain.
Zuckerberg mengatakan telah mengetahui risiko kejahatan eksploitasi anak sebelum dirinya menggunakan enkripsi end-to-end.
"Ketika kami memutuskan apakah akan melakukan enkripsi end-to-end di berbagai aplikasi, persoalan tersebut adalah salah satu hal yang paling membebani saya," kata dia seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4 Oktober).
Namun, dia optimistis bahwa Facebook akan dapat mengidentifikasi predator anak, bahkan dalam sistem terenkripsi. Facebook akan menggunakan alat yang sama yang digunakan untuk melawan kampanye pemilu di plaftorm. Dia juga menyarankan perusahaan untuk lebih membatasi cara orang dewasa berinteraksi dengan anak di bawah umur pada platform Facebook.
Zuckerberg mengumumkan rencananya untuk mengubah bentuk perusahaan ke arah komunikasi yang lebih privat pada Maret lalu.
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia mendesak Facebook Inc untuk tidak melanjutkan enkripsi end-to-end di seluruh layanan pesannya. Sebab, enkripsi menghambat upaya pengungkapan kasus kejahatan pada anak dan terorisme di dunia maya.
Namun, Facebook boleh melanjutkan program itu, kecuali jika petugas penegak hukum diberi akses akses pintu belakang.
Tarik-menarik antara pemerintah dan perusahaan teknologi terkait data pengguna juga dapat mempengaruhi Apple Inc, Google, dan Microsoft Corp, serta aplikasi obrolan terenkripsi yang lebih kecil seperti Signal.
AS menyerukan lebih banyak peraturan dan meluncurkan investigasi anti-trust (anti monopoli) terhadap perusahaan teknologi; mengkritik mereka atas penyimpangan privasi, aktivitas yang berkaitan dengan pemilu, serta dominasi dalam iklan online.
Share: