
Facebook | Foto: Cyberthreat/Faisal Hafis (M)
Facebook | Foto: Cyberthreat/Faisal Hafis (M)
Washington, Cyberthreat.id – Amerika Serikat, Inggris, dan Australia mendesak Facebook Inc untuk tidak melanjutkan enkripsi end-to-end di seluruh layanan pesannya. Sebab, enkripsi menghambat upaya pengungkapan kasus kejahatan pada anak dan terorisme di dunia maya.
Namun, Facebook boleh melanjutkan program itu, kecuali jika petugas penegak hukum diberi akses akses pintu belakang (backdoor).
Amerika Serikat dan Inggris juga meneken perjanjian data khusus untuk mempercepat permintaan dari penegak hukum kepada perusahaan teknologi menyangkut kasus percakapan terorisme dan predator anak.
Tarik-menarik antara pemerintah dan perusahaan teknologi terkait data pengguna juga dapat mepmengaruhi Apple Inc, Google, dan Microsoft Corp, serta aplikasi obrolan terenkripsi yang lebih kecil seperti Signal.
AS menyerukan lebih banyak peraturan dan meluncurkan investigasi anti-trust (anti monopoli) terhadap perusahaan teknologi; mengkritik mereka atas penyimpangan privasi, aktivitas yang berkaitan dengan pemilu, serta dominasi dalam iklan online.
Dalam sebuah surat terbuka kepada Facebook dan CEO Mark Zuckerberg, ketiga negara mengatakan bahwa untuk sementara mereka mendukung enkripsi yang kuat. Menurut mereka, perlu memang menyeimbangkan kebutuhan untuk data yang aman demi keselamatan publik.
Namun, mereka juga mendesak Facebook dan perusahaan lain untuk memungkinkan penegak hukum untuk mendapatkan akses yang sah ke konten dalam format yang dapat dibaca dan digunakan.
Surat itu ditandatangani oleh Jaksa Agung AS William Barr, Sekretaris Negara Inggris untuk Departemen Dalam Negeri Priti Patel dan Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton.
"Sayangnya, Facebook belum berkomitmen untuk mengatasi kekhawatiran serius kami tentang dampak usulannya terhadap perlindungan warga negara kami yang paling rentan," surat itu berbunyi demikian seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4 Oktober 2019).
Facebook mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya sangat menentang "upaya pemerintah untuk membangun backdoors," yang katanya akan merusak privasi dan keamanan.
Kepala Global WhatsApp, Will Cathcart, menulis dalam sebuah forum internet publik bahwa perusahaan akan selalu menentang upaya pemerintah untuk membangun pintu belakang karena hal itu sama saja akan melemahkan keamanan semua orang yang menggunakan WhatsApp termasuk pemerintah sendiri.
Share: