
Ilustrasi | Foto: Chiefexecutive.net
Ilustrasi | Foto: Chiefexecutive.net
Jakarta, Cyberthreat.id- BSA | The Software Alliance, aliansi industri software global, melalui BSA Global Survei mengungkapkan, lebih dari 80 persen perusahaan di Indonesia menggunakan software ilegal saat ini.
Jumlah tersebut, tertinggi di kawasan Asia Tenggara, dibandingkan dengan Vietnem 74 persen, Thailand 66 Persen, dan Filipina 64 Persen. Akibat dari penggunaan software ilegal yang masih tinggi, data konsumen Indonesia dinilai berada dalam tingkat resiko yang tinggi.
Oleh karena itu, BSA meminta supaya pihak penegak hukum di Indonesia memastikan bahwa perusahaan harus berhenti menggunakan software ilegal dalam operasi bisnis mereka.
“Pemerintah Indonesia dapat melindungi masyarakat dengan membuat perusahaan bertanggung jawab untuk melindungi data konsumen dengan benar,” kata Direktur Senior BSA, Tarun Sawney melalui siaran pers, Kamis, (3 Oktober 2019).
Menurut Sawney, perusahaan yang menggunakan software ilegal dapat membahayakan pelanggan, karyawan, dan warga Indonesia lainnya. Oleh karena itu, masalah penggunaan software ilegal oleh perusahaan harus ditanggapi dengan serius.
“Hanya pemerintah Indonesia yang bisa menyelesaikan masalah ini karena terlalu banyak perusahaan tidak mau atau tidak bisa mematuhi peraturan,” ujar Sawney.
Sawney menjelaskan, di wilayah ASEAN lainnya, pemerintah menindak perusahaan yang menggunakan software ilegal dan sebagai hasilnya data warga mereka lebih aman di beberapa tahun terakhir ini.
“Di Vietnam, Thailand, dan Filipina, persentase perusahaan yang menggunakan software asli naik dan tren pengunaan software ilegal telah menurun. Tetapi, tidak di Indonesia,” tambah Sawney.
Untuk mengatasi masalah ini, BSA menyarankan tiga pendekatan berikut :
Pertama, BSA menyarankan agar pemerintah memperluas upayanya untuk mendidik komunitas bisnis tentang persyaratan hukum mereka untuk menggunakan software legal.
"Awal tahun ini, pemerintah Indonesia melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam membantu menyebarkan pesan tentang pentingnya perusahaan di Indonesia untuk menggunakan software legal. Tetapi kami membutuhkan pesan ini untuk membuat dampak yang lebih besar karena kami tahu bahwa tidak banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan hal yang benar,” kata Sawney.
Kedua, BSA menyarankan agar pemerintah memberlakukan kampanye intensifikasi penegakan hukum untuk secara aktif memastikan perusahaan di Indonesia mematuhi Undang-Undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014.
Pejabat penegak hukum di negara-negara ASEAN lainnya secara rutin menyelidiki dan mengaudit perusahaan lokal dan asing yang memiliki bukti penggunaan software ilegal.
“Di beberapa negara ASEAN, tindakan polisi ini terjadi setiap minggu, yang dengan cepat mengurangi penggunaan software ilegal dan mengirim pesan kepada para pemimpin perusahaan lainnya yang melanggar hukum,” ungkap Sawney.
Ketiga, BSA menyarankan agar pemerintah Indonesia melakukan upaya berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. BSA mencatat bahwa satu atau dua kampanye saja tidak cukup untuk membuat perubahan yang signifikan.
“Sebagai gantinya, harus ada upaya konsisten untuk mengubah cara perusahaan di Indonesia memandang perlunya mematuhi undang-undang hak cipta software di Indonesia,” tutur Sawney.
Share: