
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Uni Eropa (UE) saat ini dalam tahap perencanaan untuk pelarangan teknologi enkripsi end-to-end (E2E) pada aplikasi olah pesan daring, seperti Signal, WhatsApp, Telegram, dan sejenisnya.
Seperti dikutip dari IT Pro, diakses Minggu (15 November 2020), rencana itu terlihat dalam dokumen yang diketahui media massa tertanggal 6 November dan ditujukan kepada perwakilan dari negara anggota UE.
Dokumen itu mengungkapkan, UE mendukung enkripsi yang kuat karena dapat menjaga privasi pengguna, tetapi teknologi itu ternyata telah membuat penyelidikan kriminal menjadi sulit dilakukan.
Otoritas penegakan hukum, menurut Dewan UE, berusaha memerangi terorisme, kejahatan terorganisasi, hingga pelecehan seksual terhadap anak-anak melalui online. Hanya, teknologi enkripsi E2E membuat penjahat bisa menghindari dari penegakan hukum.
Dengan begitu, Dewan UE menilai perlunya keseimbangan antara mempertahankan prinsip enkripsi kuat dan juga memungkinkan otoritas penegak hukum mengakses data dengan cara yang sah.
Dewan UE pun mengatakan bahwa otoritas penegak hukum harus dapat mengakses data, tentu saja, dengan cara yang sah dan terarah serta hati-hati sesuai aturan yang berlaku. Ini juga perlu pendekatan terkoordinasi antara pembuat undang-undang, perusahaan, dan akademisi.
Otoritas penegak hukum, kata Dewan UE, perlu akses ke data demi penegakan hukum itu agar penjahat yang melakukan kejahatan melalui online atau berkomunikasi melalui online itu dapat tertangkap. Dengan kata lain, enkripsi E2E akan dilarang demi otoritas dapat mengakses data.
"Mengakses data yang relevan secara sah untuk tujuan yang sah dan didefinisikan dengan jelas untuk memerangi kejahatan serius dan/atau terorganisasi dan terorisme, termasuk di dunia digital, sangatlah penting," kata Dewan UE.
Dewan UE pun mengatakan ke depan mengharapkan ada diskusi aktif dengan industri teknologi agar menciptakan keseimbangan dalam mempertahankan prinsip enkripsi yang kuat dan memungkinkan otoritas untuk mengakses data dengan cara yang sah.
Dokumen yang bocor ini bukanlah hal baru karena sebelumnya ada dokumen dengan judul yang sama bocor yakni pada September lalu. Diedarkan oleh Statewatch, dokumen ini isinya memperjelas bahwa topik ini telah dibahas sejak 2016 dalam pertemuan dewan.
Gagasan untuk menghapus enkripsi E2E ini memang telah lama menjadi agenda UE, meskipun beberapa tahun belakangan sikapnya bertolak belakang yang mana pada 2017 ditengah Inggris menolak teknologi itu, UE mewajibkan penyedia komunikasi menggunakan E2E.
Sementara itu, grup privasi digital berpendapat bahwa tidak mungkin membuat koridor aman yang dapat digunakan oleh lembaga penegakan hukum untuk mengakses data terenkripsi tanpa koridor tersebut dieksploitasi oleh penjahat siber. Pelarangan terhadap enkripsi E2E ini juga dikhawatirkan akan merenggus privasi pengguna.
“Langkah Uni Eropa untuk melarang enkripsi dari platform perpesanan seperti WhatsApp dan Signal akan menjadi ancaman besar bagi privasi data seperti yang kita ketahui. Ini adalah perubahan yang mengecewakan dalam pendekatan dari UE yang sebelumnya telah pro-privasi bagi warga Eropa,” kata Ray Walsh, pakar privasi digital di ProPrivacy.
Menurut Walsh, anggapan pemerintah UE yang ingin menciptakan keseimbangan antara enkripsi kuat dengan semacam "backdoor" bertentangan dengan prinsip kriptografi yang kuat.
"Tidak hanya memecahkan enkripsi yang merupakan ancaman bagi keamanan nasional, tetapi kemampuan untuk berkomunikasi secara pribadi adalah bagian penting dari masyarakat bebas manapun," kata Walsh.
Rencana UE untuk meminta penyedia layanan komunikasi yang menghadirkan enkripsi E2E ini pun juga dilakukan oleh aliansi intelijen Five Eyes pada Oktober lalu. Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia baru, dan Kanada yang tergabung dalam Five Eyes mendesak produsen teknologi dari semua lini untuk memasukkan pintu belakang keamanan dengan desain di semua produk.
"Meskipun enkripsi sangat penting dan privasi serta keamanan dunia maya harus dilindungi, hal itu tidak boleh mengorbankan penegakan hukum sepenuhnya, dan industri teknologi itu sendiri, agar tidak dapat bertindak melawan konten dan aktivitas ilegal yang paling serius secara online," kata Aliansi saat itu.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: