
Perangkat antarmuka otak-komputer yang dipakai oleh Facebook Reality Labs untuk memecahkan kode kata-kata dari otak ke komputer. | Foto: Facebook
Perangkat antarmuka otak-komputer yang dipakai oleh Facebook Reality Labs untuk memecahkan kode kata-kata dari otak ke komputer. | Foto: Facebook
San Fransisco, Cyberthreat.id – Facebook sedang menguntit proyek ambisius CEO SpaceX Elon Musk: sama-sama mengerjakan proyek alat pembaca otak. Keduanya sedang mengembangkan alat yang bisa mentransfer pikiran seseorang langsung dari otak, kemudian diterima oleh komputer.
Proyek Facebook telah berjalan sejak dua tahun lalu. Mereka masih bekerja keras bagaimana caranya mengetikkan kata-kata atau frase di komputer langsung dari otak. “Tanpa memerlukan operasi invasif,” tulis CNN, yang diakses Rabu (31 Juli 2019).
Proyek ambisius itu saat ini masih dikembangkan oleh para peneliti di Facebook Reality Labs yang juga didukung oleh sejumlah universitas, salah satunya University of California, Amerika Serikat.
Facebook mendanai peneliti untuk mempelajari apakah elektroda yang ditempatkan di otak dapat membantu peneliti belajar “decode” (memecahkan kode) bicara dari gelombang otak secara waktu nyata (real time).
Ternyata, ini mungkin, demikian sebuah riset yang dipublikasikan oleh Facebook, Selasa (30 Juli). Dalam riset itu (klik di sini) para peneliti bisa langsung melihat—teks pada layar komputer, sebuah kata atau frase yang dikatakan oleh seseorang dengan melihat aktivitas otak. Namun, pendeteksian kata atau frase tersebut masih terbatas pada pertanyaan yang telah ditentukan.
David Moses, salah satu peneliti University of California, mengatakan, "Ini pertama kali pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi kata-kata dan frasa yang diucapkan ... Dalam studi masa depan kami berharap untuk meningkatkan fleksibilitas serta keakuratan apa yang bisa kita terjemahkan dari aktivitas otak,” ujar dia.
Proyek Steno
Facebook juga sedang merancang riset baru bernama Proyek Steno bersama University of California. Riset ini mencoba menggunakan aktivitas otak untuk membantu orang yang tidak dapat berbicara. Riset ini diharapkan bisa membantu menangkap sinyal otak mana yang menjadi kunci untuk perangkat non invasif.
“Kami berharap riset tersebut akan memakan waktu lebih dari 10 tahun. Ini adalah penelitian jangka panjang,” kata Direktur Riset Facebook Reality Labs, Mark Chevillet, yang menjalankan proyek antarmuka otak-komputer.
Pada konferensi pengembang 2017, Facebook sempat mengatakan, akan membuat proyek sebuah perangkat yang dapat menangkap sinyal otak sehingga seseorang bisa mengetikkan 100 kata per menit.
Tentu, itu proyek yang sangat ambisius dan mahal. Selama ini kemungkinan metode yang bisa dilakukan untuk hal itu adalah menanamkan alat di otak, lalu dikoneksikan ke komputer. Itu pun untuk sesuatu yang sangat sederhana sekali, tulis CNN.
Mark Chevillet, Direktur Riset Facebook Reality Labs, yang memimpin proyek antarmuka otak-komputer (the brain-computer interface/BCI). | Foto: Facebook
Elektroda di Otak
Riset tersebut meminta sukarelawan dari tiga pasien epilepsi yang dipasang elektroda. Elektroda dipasang di otak mereka dengan harapan mencari tahu dari mana kejang epilepsi berasal. Mereka menawarkan diri untuk membantu riset itu saat berada di rumah sakit.
Peneliti meminta sukarelawan untuk mendengarkan pertanyaan sambil melacak aktivitas otak mereka. Algoritma pembelajaran mesin (machine learning) akhirnya menemukan bagaimana mengenali ketika sukarelawan menjawab pertanyaan.
Peneliti menyuruh sukarelawan memakai headset tomografi optik difus untuk mempelajari oksigenasi darah di otak. Alat ini untuk menerjemahkan apa yang terjadi di dalam otak ke dalam kata-kata.
Algoritma penguraian kata-kata yang digunakan peneliti memiliki keakuratan hingga 61 persen, yaitu dari waktu mencari tahu 24 jawaban standar yang diucapkan peserta, tepat setelah orang tersebut selesai berbicara.
Edward Chang, ahli bedah saraf di University of California, yang ikut menulis riset itu, mengatakan, “Ini mungkin kedengarannya tidak terlalu mengesankan, tetapi hasil yang sangat penting yang dapat membantu orang yang kehilangan kemampuan untuk berbicara,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Riset Facebook Reality Labs Mark Chevillet, mengatakan riset itu "tonggak penting yang diharapkan" karena interpretasi sinyal otak sejauh ini cenderung dilakukan offline daripada secara real time.
Masalah Privasi
Riset itu juga menimbulkan banyak pertanyaan. Pertama, masalah privasi tentang mengizinkan perusahaan seperti Facebook dan Google untuk memiliki akses ke otak. Kedua, pertanyaan etis: bagaimana perangkat akan menentukan perbedaan antara ucapan yang ingin diketahui seseorang dan ucapan yang ingin ditahan seseorang?
Chevillet mengatakan Facebook sadar bahwa ada banyak masalah rumit di masa depan. "Kami tidak memiliki kemampuan untuk menjawab semua pertanyaan etis, tapi yang bisa kami lakukan adalah [...] mendiskusikannya sebagai bagian dari percakapan," tutur dia seperti dikutip dari Fortune.
Namun begitu, ia mengatakan, bahwa "Ini adalah waktu yang menyenangkan untuk teknologi komputasi otak," kata Chevillet.
"Kami sudah membicarakannya sejak tahun 70-an, tetapi hanya dalam 10-15 tahun terakhir telah ada demonstrasi yang sangat meyakinkan bahwa komputasi otak benar-benar mungkin," ia menambahkan.
Namun pada 2018, para peneliti dari London dan Stanford University mengatakan, bahwa “Tidak ada teknologi yang tersedia saat ini yang dapat merekam tindakan potensial tanpa perlu operasi besar,” tutur peneliti.
Lebih lanjut, peneliti mengatakan, tantangan terkait untuk menciptakan teknologi ini "tidak akan diselesaikan dalam semalam oleh antusiasme dan semangat (dari peneliti) Silicon Valley saja."
Tidak untuk Perangkat Medis
Facebook, menurut Chevillet, untuk saat ini tidak tertarik membuat alat medis apa pun terkait riset tersebut; apa yang diinginkannya adalah memahami sinyal saraf yang diperlukan untuk membuat antarmuka ucapan, jelas Chevillet yang sebelumnya bekerja di Johns Hopkins University sebagai asisten profesor ilmu saraf.
Chevillet mengatakan timnya di Facebok sedang melanjutkan pekerjaannya untuk menemukan cara-cara non invasif untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam otak.
Misalnya, bagaimana cahaya dapat secara tidak langsung melacak aktivitas otak, khususnya dengan menggunakan cahaya inframerah-dekat untuk mengukur tingkat saturasi oksigen di otak.
Ia membayangkan kelak hasil penelitiannya menciptakan sebuah perangkat seperti sepasang kacamata augmented reality (AR). Perangkat ini melakukan segalanya mulai dari mengirim pesan teks hingga menyesuaikan volume lagu. Dan, itu setara dengan klik sebuah mouse.
Jika Facebook berhasil, sesuatu yang selama ini hanya bisa kita lihat di film sains fiksi, bakal menjadi kenyataan. Anda siap dengan hal itu?
Share: