
Ketua Bawaslu RI Abhan (kiri), Ketua KPU RI Arief Budiman (tengah) dan Ketua DKPP Harjono (kanan) usai acara pengukuhan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (6/4/2019). CYBERTHREAT.ID | ARIF RAHMAN
Ketua Bawaslu RI Abhan (kiri), Ketua KPU RI Arief Budiman (tengah) dan Ketua DKPP Harjono (kanan) usai acara pengukuhan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (6/4/2019). CYBERTHREAT.ID | ARIF RAHMAN
Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua KPU RI Arief Budiman meminta masyarakat untuk memahami mekanisme sistem teknologi informasi (TI) Pemilu 2019. Arief sekaligus menjawab hoaks tentang hasil Pemilu 2019 yang bisa direkayasa hingga fitnah tentang pencurian suara yang bertujuan memenangkan salah satu paslon.
"Penggunaan sistem TI itu sebenarnya untuk mempercepat proses informasi ke masyarakat sekaligus fungsi kontrol," kata Arief di Jakarta,Sabtu (6/4/2019).
Celah kecurangan Pemilu 2019, kata dia, sudah diupayakan agar ditutup rapat. Kehadiran sistem TI termasuk penghitungan suara online salah satu cara menutup celah. Karena bukti maupun hasil di lapangan, ujar Arief, bisa langsung di update sambil menunggu rekapitulasi manual.
Rekapitulasi suara manual berjenjang dari daerah hingga pusat menjadi dasar keputusan hasil Pemilu. Rekap manual memakan waktu sekitar 35 hari sementara rekapitulasi online yang dilakukan relawan maupun KPU RI memungkinkan hasil bisa diketahui dalam beberapa hari.
"Dengan mekanisme yang dibangun KPU sekarang, kalau ada curang akan ketahuan. Kemudian bawaslu juga bisa memberi rekomendasi untuk koreksikalau memang ada kesalahan," ujar Arief.
Pada Pemilu 2014 relawan Kawal Pemilu melakukan penghitungan suara online menggunakan data-data KPU. Hasilnya cukup meyakinkan karena perbedaan hasil dengan rekapitulasi manual KPU RI hanya sebesar 0,14 persen. Itu artinya tingkat akurasi sangat baik.
Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan proses penghitungan suara mengalami beberapa kali pemeriksaan mulai dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Penghitungan suara itu kan transparan sedangkan Pemilu belum digelar, tapi opini publik sudah terbentuk lewat kecurangan. Ini kan bahaya," kata Abhan.
Mendukung Transparansi dan Akuntabilitas
Mantan anggota KPU RI Ferry Kurnia Rizkiansyah menyebut keberadaan infrastruktur TI sangat penting demi mendukung transparasi dan akuntabilitas tahapan Pemilu. Kemajuan teknologi dan informasi, kata dia, bakal memangkas waktu dan jarak dalam proses tahapan.
"Mau tidak mau KPU sudah harus mempersiapkan Infrastruktur TI dengan baik," kata Ferry.
Ia mengatakan, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) bakal dipercaya jika mendapat dukungan infrastruktur TI yang bagus. Salah satu fungsi Situng adalah mengurangi potensi manipulasi data hingga menjadikan proses penghitungan suara lebih efektif.
"Anda bisa bayangkan misalnya data di TPS sudah confirmed. Nah, pergerakan data secara manual dari TPS kan harus dikawal sehingga Situng sangat diandalkan untuk proses pengawalannya. Ini sekaligus kita memutus mata rantai manipulasi yang terjadi," ujarnya.
KPU juga bisa memaksimalkan upaya sosialisasi lewat sistem TI KPU sebagai sarana utama. Ferry menyontohkan bagaimana proses penghitungan suara bisa disajikan dengan cepat lalu mendapat respon langsung dari masyarakat.
Kemudian, KPU juga bisa memberikan jaminan bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara berjenjang yang lama dan memakan waktu sebulan bisa di tekel dengan akurasi dan kecepatan informasi lewat sistem TI yang bagus
"Langkah-langkah ini kan sebetulnya juga bisa meredam konflik," ujar dia.
Koordinasi dengan Berbagai Pihak
Ferry menyarankan empat langkah terkait sistem TI KPU RI menghadapi Pileg dan Pilpres serentak 2019. Pertama, kata dia, KPU harus memiliki aplikasi infromasi penghitungan suara yang bagus dan kuat.
"Maksudnya aplikasi user friendly dan bisa dimanfaatkan masyarakat secara luas serta bisa bekerja sama dengan pihak lain," ujar Ferry.
Kedua, KPU harus menjamin infrastuktur TI KPU kekuatannya sangat baik. Jaringan bagus, keamanan data, firewall-nya bagaimana dan sistem secara keseluruhan harus terjamin.
"Bila perlu ada VPN (Jaringan Privat Virtual) lebih bagus."
Ketiga, KPU berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk di luar pemerintahan seperti menggandeng hacker atau ahli TI yang memiliki komitmen kebangsaan kuat. Urusan Pemilu, tegas Ferry, merupakan urusan bangsa dan negara sehingga siapapun yang terpanggil diikutsertakan.
"Kita butuh orang-orang terbaik dan tangguh mengelola TI KPU ini. Orang yang bisa mengawal proses sistem informasi dengan baik, manajemen yang baik. Siapa yang menjalankan keputusan, siapa yang menjalankan koordinasi, atau menjalankan peran di lapangan."
Share: