
KPAI | Foto: siedoo.com
KPAI | Foto: siedoo.com
Cyberthreat.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia menginginkan agar regulasi klasifikasi permainan (game) interaktif elektronik direvisi.
Permenkominfo Nomor 11/2016 tersebut dinilai hanya “mengatur soal perlindungan dan penataan konten game yang beredar di Indonesia”.
“Seharusnya permenkominfo juga bisa mengklasifikasi dan menyeleksi konten-konten game dengan perspektif perlindungan anak,” ujar Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime KPAI, Margaret Aliyatul kepada Cyberthreat.id, Rabu (8 Desember 2021).
Margaret mengatakan sejak awal regulasi itu terbit, lembaganya telah mengkritisi beberapa pasal yang tercantum di dalamnya. Ia sangat mendorong revisi permenkominfo tersebut karena “dampak online game saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.”
Terlebih, saat ini anak-anak bisa dengan mudah bermain online game meskipun terkadang game tersebut tidak sesuai dengan usia anak.
Margaret menjelaskan, pengklasifikasian dan seleksi online game harus memenuhi beberapa unsur perlindungan anak. Pemerintah wajib menyediakan game yang sifatnya edukatif dan mendukung tumbuh kembang anak.
Selain itu, game yang beredar di Indonesia juga harus terbebas dari unsur minuman keras, narkotika, kekerasan, sadisme, serta kekerasan seksual.
“Harus benar-benar ketat soal online game untuk anak ini, game yang beredar harus disesuaikan dengan usia anak. Kami sarankan agar Kemenkominfo bisa berkonsultansi dengan psikolog, pendidik, orangtua, dan juga pemerhati anak untuk masalah ini,” kata dia.
Revisi permenkominfo, kata dia, tidaklah cukup kuat untuk melindungi anak dari dampak online game. Di lain pihak, juga perlu dukungan orangtua untuk mengontrol dan mengawasi kegiatan anak ketika berinternet.
Menurut Margaret, kasus kekerasan seksual online anak terus terjadi karena akses terhadap internet saat ini semakin mudah. Apalagi saat ini anak-anak bisa dengan bebas menggunakan media sosial dan berinteraksi dengan siapa pun yang dia temui di internet.
Berdasarkan data KPAI selama pandemi covid-19, kekerasan seksual online terus meningkat. Pada 2019, terdapat 87 aduan kasus, lalu melonjak menjadi 103 aduan kasus pada 2020. Data aduan ini, kata dia, bukanlah data riil karena masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan orangtua.
“Kekerasan seksual online terhadap anak ini fenomenanya seperti gunung es, kebanyakan dari korban kekerasan seksual online sulit untuk melaporkan karena ada banyak pertimbangannya, seperti takut ada dampak terhadap anak kalau ada publik yang tahu,” ujar Margaret.
Margaret menjelaskan, saat ini kekerasan seksual terhadap anak modusnya terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Jika tadinya kekerasan seksual dilakukan secara langsung oleh orang terdekat, saat ini para predator anak ini memanfaatkan internet dan media sosial untuk mencari korbannya.
Belum lama ini Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap predator seksual anak yang menjaring korbannya melalui online game “Free Fire”.
Tersangka S menggunakan nama samaran Reza mendekati korban dan melakukan grooming melalui fitur chat di Free Fire. Grooming merupakan suatu proses membangun kepercayaan dari seorang lelaki dewasa kepada calon korban (biasanya anak-anak) agar mau beraktivitas seksual secara online.
“Pelaku ini meminta korban untuk membuat konten porno dengan iming-iming diberikan 500 sampai 600 ‘diamond game’ Free Fire, korban bahkan diminta untuk melakukan video call sex melalui aplikasi WhatsApp,” tutur Margaret.
Setelah korban mulai tertarik dan mengirim sejumlah video porno, pelaku kemudian menjadikan foto dan video tersebut sebagai alat untuk mengancam korban agar mau menuruti semua keinginan korban. Korban bahkan diancam akan dihapus akun gamenya oleh pelaku jika tidak menurutinya.
Dari hasil penyelidikan kepolisian, korban berjumlah sekitar 11 orang. Rata-rata korban berusia 9-11 tahun dan tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. “Info terakhir yang kami terima, kepolisian sudah mengidentifikasi empat korban dan telah melakukan pemeriksaan kepada para korban,” kata dia.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: