
TikTok | Foto: Unsplash
TikTok | Foto: Unsplash
Cyberthreat.id – TikTok melarang para penggunanya mempromosikan produk layanan keuangan, seperti investasi dan mata uang kripto (cryptocurrency).
Menurut kebijakan konten bermerek TikTok, diakses Senin (12 Juli 2021), semua layanan dan produk keuangan yang dilarang, seperti meski tidak terbatas pada pinjaman dan pengelolaan aset uang, pinjaman dan kartu kredit, layanan beli sekarang bayar nanti (BNPL), platform perdagangan, dan cryptocurrency.
Cakupan larangan juga termasuk promosi valuta asing, kartu debit dan prabayar, perdagangan valas, commemoreative coins, skema piramida (termasuk, layanan non-keuangan), layanan investasi, layanan perbaikan kredit, obligasi jaminan, program bantuan utang, skema cepat kaya, layanan konsolidasi utang, dan lelang uang (penny auctions).
Perubahan kebijakan tersebut, menurut Financial Time Adviser, setelah peringatan kepada para pengguna yang membuat konten informasi keuangan di TikTok. Perusahaan mengkhawatirkan informasi yang dibuat tersebut bisa menyesatkan dan menjerat kalangan pemuda.
Testimoni yang menyesatkan dan tidak masuk akal yang dimaksud, misal, “Saya melihat saham naik dan saya membelinya dan hanya melihatnya sampai berhenti naik, kemudian saya menjualnya.” Sebab, pernyataan ini bisa saja dibuat oleh penipu itu sendiri.
Financial Conduct Authority (FCA), badan independen yang mengatur industri keuangan di Inggris, juga prihatin dengan kondisi kaum muda yang berinvestasi secara online. FCA menyalahkan media sosial ikut bertanggung jawab atas tren investor muda yang mengambil risiko dalam berinvestasi.
“Kami khawatir sejumlah investor tergoda, seringkali melalui iklan online atau taktik penjualan dengan penetrasi tinggi, untuk membeli produk berisiko tinggi yang sangat tidak cocok untuk mereka,” kata FCA pada Maret lalu, dikutip dari Mail Online.
Sebelumnya, pada 21 Juni lalu, TikTok bekerja sama dengan Citizens Advice meluncurkan video bagaimana membuat keputusan keuangan yang tepat, mendapatkan hasil maksimal dari riset, dan memahami terminologi keuangan.
TikTok mengatakan ingin membantu pengguna menjadi percaya diri dan waspada terhadap informasi keuangan yang salah serta bagaimana mereka dapat mengakses dukungan dan saran yang tepat.
Kebijakan barunya itu otomatis berimbas pada konten-konten tentang finansial TikTok, selama ini dikenal dengan nama “FinTok”, yang dipromosikan dengan tagar #stocktok dan telah dilihat oleh 1,4 miliar pengguna. Sementara, tagar #PersonalFinance telah mengumpulkan lebih dari 4,4 miliar tampilan. Video-video tersebut membahas tentang alokasi anggaran, pajak, hingga utang.
“Apa yang luar biasa tentang FinTok bukanlah konten videonya, tapi jangkauannya: anak muda yang mungkin tidak tertarik dengan keuangan pribadi terpengaruh olehnya,” tulis The Guardian.
“Bagi banyak pengguna generasi Z dan milenial, TikTok adalah sumber pendidikan pertama dan satu-satunya tentang masalah uang.”
TikTok merekomendasikan video kepada penggunanya berdasarkan bagaimana mereka sebelumnya menonton konten, lalu membuat umpan yang dipersonalisasi dalam fitur “For You Page” (FYP). FYP sengaja menyertakan berbagai video beragam dan acak meski tidak relevan dengan minat pengguna. Pengguna pun dapat menemukan video FinTok meski belum pernah menunjukkan minat pada keuangan pribadi sebelumnya.
Kebijakan TikTok tersebut di satu sisi memproteksi konsumen, tapi juga berimbas kepada perusahaan teknologi finansial (fintech) dan perbankan. Sebab, keduanya juga memanfaatkan iklan dan bermitra dengan sejumlah influencer di TikTok, tulis Mail Online.
Sementara, Google juga telah mengumumkan rencana untuk menekan iklan penipuan investasi dan tabungan di Inggris. Bisnis yang mengiklankan layanan atau produk keuangan melalui Google, mulai 30 Agustus 2021, harus menunjukkan bahwa mereka diberi izin oleh FCA atau memenuhi syarat yang berlaku.
FCA mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap Google dan perusahaan media sosial usai merilis 1.200 peringatan iklan penipuan di platform online tahun lalu—jumlah tesrebut dua kali lipat dibanding 2019.[]
Share: