IND | ENG
Penanganan Kejahatan Siber 2020 Mandek hingga Mei 2020, Polri Akui Kesulitan Alat Bukti

Situs web Patrolisiber.id | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id

Penanganan Kejahatan Siber 2020 Mandek hingga Mei 2020, Polri Akui Kesulitan Alat Bukti
Tenri Gobel Diposting : Rabu, 05 Mei 2021 - 15:17 WIB

Cyberthreat.id – Polri angkat bicara terkait statistik penanganan kejahatan siber selama 2020 yang terlihat mandek hanya hingga Mei.

Menurut Polri, penanganan kasus memang mengalami kendala sehingga antara statistik laporan kasus yang diterima dengan yang tertangani memiliki perbedaan yang sangat jauh.

Berdasarkan pantauan Cyberthreat.id, statistik Tren Kejahatan Siber se-Indonesia pada 2020 yang tercantum di situs web Patrolisiber.id, jumlah  laporan kasus terbanyak diterima terjadi pada Februari 2020 dengan jumlah 500-an kasus.

Dari ratusan laporan kasus antara Januari hingga Mei, Polri hanya berhasil menangani rata-rata di bawah 100 kasus. Lihat grafis berikut ini. 


Berita Terkait:


Data laporan kasus yang masuk (warna biru) dan kasus yang telah ditangani (warna hijau) sepanjang 2020. | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Tenri Gobel


Kasubnit II Subdit I Dittipidsiber Bareskrim Mabes Polri, Kompol Ricky Boy Sialagan mengatakan kendala-kendala yang dihadapi penyidiki, yaitu terkait alat bukti yang diberikan oleh masyarakat saat melaporkan kasus.

"Alat bukti sangat sedikit," ujarnya kepada Cyberthreat.id, Selasa (4 Mei 2021).


Data kasus laporan dan penanganan kejahatan siber oleh Polri sepanjang 2019.


Menurut Ricky, sedikitnya alat bukti dalam laporan kasus siber itu menyulitkan penyidik menelusuri pelaku kejahatan.

Kendala lain, kata Ricky, penyidik membutuhkan waktu untuk memastikan identitas dan keberadaan pelaku sehingga penyelesaiannya tidak bisa secepat yang diharapkan.

"Identitas pelaku harus dipastikan benar demi meminimalisasi salah tangkap," kata Ricky.

Meskipun pada akhirnya polisi menemukan lokasi atau identitas pelaku, Ricky menjelaskan kendala berikutnya terkait keberadaannya, misalnya, tidak lagi berada di Indonesia.

"Keberadaan pelaku diduga kuat di luar negeri," tuturnya.

Terkait keberadaan pelaku di luar negeri, beberapa kali kepolisian RI mengungkapkan kasus kejahatan siber yang melibatkan warga negara asing. Dan, status mereka masih buron hingga kini.

Terakhir, Polri mengungkap kasus serangan phishing yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di Surabaya yang berkolaborasi dengan WNA asal India yang masih berstatus buron. (Baca: 30 Ribu Warga AS Terkena SMS Phishing, Polda Jatim: Tersangka Curi Rp837 Miliar Bantuan Covid-19)

Pada September 2020, Polri juga mengungkapkan kasus Business Email Compromise (BEC) dengan kerugian Rp58,8 miliar yang melibatkan WNI dan WNA. Saat itu WNI telah berhasil ditangkap oleh Polri, sedangkan WNA asal Nigeria masih dalam pengejaran.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri waktu itu, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan belum ada kabar terkait tersangka WNA karena memang perlu waktu. "Itu memang biasa itu hit and run di dunia maya, lari terus, memang perlu waktu," kata Awi pada 11 September 2020.[] (Baca: Penjelasan Humas Polri Beda Informasi Terkait Geng Indonesia Bajak Transaksi Perusahaan Perusahaan Italia dan China)

Redaktur: Andi Nugroho

#datakejahatansiber   #patrolisiber   #polri   #kejahatansiber2020   #cybercrime   #ancamansiber

Share:




BACA JUGA
BSSN Selenggarakan Workshop Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata
Operasi Global HAECHI-IV: 3.500 Penjahat Siber Ditangkap, dan Rp4,6 Triliun Disita
BSSN Serahkan Sertifikat Akreditasi Penyelenggara Program Pelatihan Keamanan Siber Kepada Pusdik Intelijen Polri
7 Kegunaan AI Generatif untuk Meningkatkan Keamanan Siber
Grup Lazarus Korea Utara Hasilkan Rp 46,6 Triliun dari Peretasan Mata Uang Kripto