
Petugas Bea Cukai mendemonstrasikan pemindaian wajah ke penumpang. Foto: Getty Images | Cnet.com
Petugas Bea Cukai mendemonstrasikan pemindaian wajah ke penumpang. Foto: Getty Images | Cnet.com
Washington, Cyberthreat.id – Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat dinilai terburu-buru menerapkan sistem pengenalan wajah yang memindai semua penumpang di bandara, termasuk kepada penduduk AS sendiri.
AS berencana menerapkan sistem tersebut di 20 bandara pada 2021. “Sayangnya kebijakan ini tanpa adanya perlindungan regulasi,” demikian laporan dari BuzzFeed News seperti dikutip dari Cnet.com, Senin (11/3/2019).
Bandara yang bakal menerapkan sistem pengendalan wajah itu, tulis BuzzFeed, antara lain Atlanta, Chicago, Seattle, San Fransisco, Las Vegas, Los Angeles, Washington (Dulles dan Reagen), Boston, Fort Lauderdale, Houston Hobby, Dallas-Forth Worth, JFK, Miami, San Jose, Orlando, dan Detroit.
BuzzFeed mendapatkan dokumen setebal 346 halaman yang berisi tentang penerapan sistem tersebut. Dokumen diperoleh dari Electronic Privacy Information Center, sebuah kelompok penelitian nirlaba. Dalam laporan itu tidak disebutkan bagaimana batasan kerja sama antara maskapai penerbangan dengan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS.
Belum ada keterangan jelas bagaimana Bea Cukai dan maskapai penerbangan menggunakan data penumpang itu selanjutnya. Bea Cukai juga belum menanggapi terkait dengan laporan dokumen tersebut. Hanya, mereka menyatakan akan menyimpan foto warga non-AS yang meninggalkan negara itu hingga 14 hari.
Para pengritik rencana kebijakan itu menyebut dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan dan kian banyaknya kamera saat ini, sebetulnya sangat mudah bagi Pemerintah AS untuk melacak seseorang.
Sekadar diketahui, Microsoft pada Desember 2018 mendesak agar tahun ini Pemerintah AS memberlakukan undang-undang yang mengharuskan teknologi pengenalan wajah diuji secara independen. Hal ini demi memastikan keakuratan, pencegahan bias yang tidak adil, serta melindungi hak-hak masyarakat.
Hal sama juga dikemukakan pemegang saham Amazon, pada Januari lalu. Mereka meminta raksasa e-commerce dunia itu berhenti menjual teknologi “Rekognition” kepada lembaga-lembaga pemerintah. Penolakan itu menyusul sejumlah kritikan dari kelompok kebebasan sipil, anggota Kongres, juga karyawan Amazon sendiri.
Share: