
Sekretaris Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Satriyo Wibowo
Sekretaris Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Satriyo Wibowo
Cyberthreat.id – Sekretaris Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Satriyo Wibowo, mengungkapkan kedaulatan Indonesia di dunia internet merupakan dasar berlakunya hukum siber di Indonesia. Namun hingga saat ini, penentuan wilayah yurisdiksi Indonesia di internet masih menjadi pertanyaan dikarenakan konsep cyber territory belum disepakati.
“Padahal dengan adanya yurisdiksi akan melahirkan tanggung jawab dan kewajiban yang berhubungan dengan penegakan hukum internasional dan konsekuensi pelanggarannya,” ungkap Bowo dalam seminar virtual 'Kedaulatan Siber NKRI: Perspektif Pancasila dalam Dunia Tanpa Batas, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu (6 Februari 2021).
Jadi, kata Bowo, bisa dikatakan cyber jurisdiction merupakan penegakan hukum yang kaitannya erat dengan internet dan diatur sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Menurut Bowo, ada 3 komponen cyber jurisdiction, yaitu penduduk, wilayah dan pemerintahan.
Yang berkaitan dengan penduduk, diartikan sebagai entitas yang mempunya identitas yang dapat dikaitkan dengan lokasi wilayah tertentu dan beraktivitas di dalamnya, kita dapat melakukan pendekatan berdasarkan layer internet.
“Di layer 3 kita mengenal alamat IP atau IP Address dan di layer 7 kita mengenal sertifikat elektronik,” ujarnya.
IP Address (alamat protocol internet) adalah nomor identifikasi yang diberikan pada sebuah perangkat untuk terhubung ke jaringan internet dengan menggunakan protokol internet.
Kemudian ada sertifikat elektronik, pemerintah Indonesia telah memiliki infrakstruktur kunci public (public key infrastructure) melalui program SiVION (Sistem Verifikasi Identitas Online Nasional) dan sertifikat yang dikeluarkan oleh CA di bawah Root CA Kominfo, merupakan identitas digital (Digital-ID) yang berlaku di Indonesia. Perseorangan dan badan dapat meminta identitas digital ini dengan cara mendaftar dan melakukan verifikasi fisik dengan memperlihatkan identitas KTP atau dokumen lainnya.
Terakhir yang berkaitan dengan PII (Personally Identifiable Information) berupa identifikasi seseorang atau profiling yang diawali oleh berkembangnya attention economy di internet. Istilah attention economy merujuk kepada pendekatan pengelolaan informasi yang memperlakukan perhatian manusia sebagai komoditas langka dan menerapkan teori ekonomi untuk memecahkan berbagai masalah pengelolaan informasi.
Sedangkan, yang berkaitan dengan wilayah, adalah Internet Exchange Point (IXP) untuk menjaga trafik internet lokal terhubung satu sama lainnya tanpa harus melewati trafik internasional sehingga mengurangi biaya interkoneksi antar ISP, penyedia jaringan internet.
Menurut Bowo, selalu ada jaringan internasional yang terhubung dengan IXP untuk memanfaatkan akses langsung kepada konten lokal dan pengguna lokal. Adanya jaringan lokal dan internasional yang terhubung inilah yang memberikan karakteristik sebuah batas negara.
“Beda antara NAP (Network Access Point) dan IXP adalah NAP berbayar dan ada kontrak antara masing-masing ISP yang terhubung di dalam satu NAP yang berdasarkan besaran traffic inbound outbound antar ISP tersebut,” kata Bowo.
Terakhir terkait dengan pemerintahan, sistem hukum cyberspace secara umum melingkupi tiga subyek utama: keamanan negara, perlindungan data pribadi warga, dan kepentingan industri. Undang-undang yang ada saat ini semua berkaitan dengan kepentingan industri, seperti, UU Telekomunikasi merupakan tata kelola infrastruktur telekomunikasi yang menjadi tulang punggung internet.
Kemudian, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan tata kelola informasi dan perdagangan melalui internet kepada masyarakat sipil, UU yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi masih bersifat RUU (sudah beberapa tahun pembahasan tidak selesai juga diundangkan), dan UU Keterbukaan Informasi Publik, yang menurut Bowo, tidak diimbangi dengan UU yang melindungi keamanan data negara sehingga ketahanan negara --yang berkaitan dengan data, informasi, dan sistem telekomunikasi-- sangat rentan.[]
Share: