![PN Jakpus Gelar Sidang Perdana Raibnya Uang Nasabah BTN Hampir Rp3 Miliar](https://cyberthreat.id/gbr_artikel/sidang-perdana-bank-btn-bobol-hampir-3-miliar.png)
Tangkapan layar jadwal sidang di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat | Cyberthreat.id/YAS
Tangkapan layar jadwal sidang di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat | Cyberthreat.id/YAS
Cyberthreat.id - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pagi ini, Rabu (11 November 2020) menggelar sidang perdana raibnya uang nasabah Bank Tabungan Negara (BTN) senilai Rp2,965 miliar.
Jadwal ini seperti dilihat Cyberthreat.id di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Disebutkan, perkara nomor 641/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst itu dijadwalkan digelar di ruang Ali Said mulai pukul 10.00 WIB.
Perkara ini digolongkan sebagai "perbuatan melawan hukum" dengan pihak Bank BTN sebagai tergugat. Ada pun penggugatnya adalah nasabah Bank BTN Cabang Bogor bernama Irfan Kurnia bersamanya kuasa hukumnya dari kantor hukum Rozi-rozi.
Gugatan ini dilayangkan setelah Irfan Kurnia kehilangan uang sebesar Rp2,965 miliar yang disimpan di Bank BTN yang terjadi pada 1 Juli 2019. Kasus itu dibawa ke pengadilan lantaran upaya di luar pengadilan tidak membuahkan kesepakatan.
“Sudah setahun lebih kami berusaha menyelesaikannya di luar pengadilan, namun hingga kini belum ada penyelesaiannya,” kata Pahrozi dari kantor hukum Rozi-rozi kepada Cyberthreat.id.
Menurut Pahrozi, kasus itu bermula ketika kliennya menyimpan uang sejumlah Rp 3 miliar di BTN Cabang Bogor. Setoran pertama pada 25 Juni 2019 sebesar Rp500 juta. Setoran kedua dilakukan sehari kemudian senilai Rp2,5 miliar.
Masalah terjadi sepekan kemudian. Pada 2 Juli 2019, saldo di rekening banknya hanya tersisa Rp35.671.165. Belakangan diketahui, ada pihak lain yang telah menilep uangnya tanpa sepengetahuan Irfan Kurnia.
Itu diketahui Irfan saat datang ke BTN Cabang Utama Bogor untuk mentransfer uangnya ke rekening lain di Bank BCA pada 2 Juli 2020. Saat itu, pihak BTN mengatakan saldonya hanya tersisa Rp35.671.165. Itu artinya, uang senilai Rp2,965 miliar lenyap tak berbekas.
Irfan kaget dan kecewa mendapat jawaban itu. Sementara dia merasa tidak pernah mengambil uangnya.
Menurut pihak bank, kata Pahrozi, pada 1 Juli 2019 ada penarikan uang melalui ATM dan RTGS (Real Time Gross Settlement) sebesar Rp2,95 miliar. Tepatnya Rp2.950.035.000. Uang itu ditransfer ke rekening BCA Batu Ceper nomor 2241495568. Belakangan diketahui rekening itu atas nama PT Berkat Omega Sukses Sejahtera yang merupakan perusahaan pertukaran uang (money changer). Diduga, pelaku menukar rupiah menjadi uang dolar.
Selain itu, ada juga penarikan tunai melalui ATM beberapa kali oleh pihak lain dengan total jumlah Rp15 juta.
"BTN selaku tergugat telah melakukan transfer uang simpanan penggugat kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penggugat, dan mereka menolak bertanggung jawab untuk itu," kata Pahrozi.
Nomor Ponsel Diambil Alih (SIM Swap)
Lantaran merasa tidak pernah mentansfer uangnya, Irfan pun mencoba menelusuri bagaimana uangnya bisa lenyap.
Ternyata, pada 1 Juli 2019 itu, Irfan menemukan nomor ponsel yang biasa digunakannya sudah tidak bisa gunakan lagi. Sebelumnya, Irfan yang dalam kondisi mengantuk tidak menyadari ada sejumlah SMS yang masuk ke ponselnya pagi itu. SMS itu masuk pukul 09.22 WIB, berisi pemberitahuan antrian di GTC BSD Tangerang.
Pukul 12.00 WIB, Irfan pun kemudian datang ke Grapari Telkom di Bogor untuk melaporkan bahwa nomor hp miliknya tidak bisa digunakan. Dari pihak Grapari, diperoleh informasi kemungkinan ada yang telah mengambil alih nomor ponselnya menggunakan KTP palsu.
"Pihak Grapari mengatakan kalau kejadiannya begitu agar ATM dan m-Banking diamankan. Klien kami juga meminta agar nomor ponselnya yang telah diambil alih orang lain itu juga diblokir," kata Pahrozi.
Penelusuran Irfan menemukan, pada 1 Juli itu, pelaku mendatangi Grapari menggunakan KTP palsu yang menggunakan data diri Irfan, namun fotonya diganti dengan foto pelaku.
Bermodalkan KTP palsu itu, pelaku meminta Grapari menerbitkan kartu baru dengan nomor yang sama dengan yang dipakai Irfan dengan alasan kartu lamanya hilang. Permintaan pergantian kartu baru itu terlacak dilakukan oleh pelaku di Grapari Tangerang City.
Setelah menguasai nomor ponsel Irfan yang terdaftar di Bank BTN itu, pelaku kemudian datang ke bank BTN Cabang Modernland Tangerang untuk membuat ATM baru, dan menarik uang sebesar Rp10,5 juta menggunakan ATM yang baru dibuatnya.
Setelah itu, pelaku datang ke Bank BTN Cabang BSD Tangerang dan meminta pihak bank mentransfer uang dari rekening Irfan senilai Rp2,95 miliar ke rekening atas nama PT Berkat Omega Sukses Sejahtera yang beralamat di Jalan Batu Ceper Raya Nomor 18A, Jakarta Pusat.
Fakta bahwa ada uangnya ditilep senilai Rp2,95 miliar dalam sekali kirim membuat Irfan merasa pihak bank telah melakukan kesalahan. Sebab, aturan Bank Indonesia mengatakan transferan melalui RTGS maksimal hanya senilai Rp 1 miliar.
Selain itu, pengiriman uang melalui sistem RTGS dalam jumlah besar hanya dpat dilakukan dengan cara nasabah datang langsung ke bank terkait untuk memastikan bahwa transferan dilakukan oleh pemilik rekening yang sah.
"Pihak bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam undang-undang perbankan," kata Pahrozi.
Akibat kejadian itu, kata Pahrozi, kliennya merugi Rp 2.965.072.500 ditambah kerugian bunga yang harusnya diterima selama 16 bulan sejumlah Rp45 juta.
Namun begitu, lantaran mengalami kerugian materil dan immateril sejak uangnya hilang, Irfan menuntut ganti rugi senilai Rp 20 miliar dari BTN.
Sebelum gugatan ini diajukan ke pengadilan, kata Pahrozi, kliennya juga sudah membuat laporan ke Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri, namun sampai kini belum ada tersangkanya. Selain itu, kasusnya juga telah diadukan ke Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
"Namun, dari sejumlah upaya yang telah dilakukan, ternyata tidak ada proses yang menunjukkan bahwa pihak BTN selaku tergugat memiliki itikad baik untuk mengganti kerugian klien kami. Padahal ini terjadi karena mereka tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam melindungi uang nasabah seperti diatur dalam Undang-undang Perbankan," kata Pahrozi. []
Berita terkait:
Share: