IND | ENG
Deepfake Bisa Mengancam Pemilu 2024

Deepfake

Deepfake Bisa Mengancam Pemilu 2024
Arif Rahman Diposting : Kamis, 10 Oktober 2019 - 16:12 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menilai Deepfake bisa menjadi ancaman saat Indonesia menggelar pesta demokrasi seperti Pemilu atau Pilkada.

"Kalau dikaitkan dengan Pilkada tahun depan (2020) bisa saja, tapi mungkin ancamannya di Pemilu 2024 nanti," kata Ardi kepada Cyberthreat.id di sela Dialog Nasional Indonesia Internet Governance Forum 2019 di Jakarta, Rabu (9 Oktober 2019).

Deepfake, kata dia, adalah teknologi manipulasi informasi yang jauh lebih advanced dari hoaks atau disinformasi yang selama ini mengotori pesta demokrasi di Tanah Air maupun dunia. Seperti diketahui, Pemilu 2019 dibanjiri hoaks dan disinformasi yang sempat bikin situasi Indonesia memanas.

Secara sederhana, Ardi menggambarkan Deepfake sebagai kombinasi teknologi yang mencakup video, audio, gambar yang dikombinasikan dengan Artificial Intelligence (AI). Dan untuk mengembangkan Deepfake ini cukup mudah di Tanah Air.

"Kemarin ada aplikasi FaceApp yang lagi viral. Nah, itu sebenarnya sudah awal mula yang akan terus berkembang. Artinya, impact-nya sudah dirasakan masyarakat secara awam, tinggal berkembangnya kemana," ujar Ardi.

Dunia kini tengah menyoroti Pilpres dan Pemilu di Amerika Serikat (AS) tahun 2020. Di sana, kata Ardi, sudah terlihat gejala kemunculan Deepfake sehingga beberapa negara bagian mengeluarkan regulasi yang mengatur Deepfake dan efeknya ke masyarakat.

Sebelumnya, Pilpres AS tahun 2016 juga dikenal dunia dengan teori Firehose of Falsehood yang merupakan semburan hoaks di berbagai saluran komunikasi lalu dieksploitasi demi kepentingan politik.

Kesadaran akan keamanan publik di AS sudah tinggi meskipun kepentingan politik disusupi niat jahat menggunakan teknologi. Akan tetapi, Ardi mengingatkan, dimensi ancaman menggunakan Deepfake adalah era baru.

"Kalau hoaks bisa memakan korban orang berpendidikan tinggi, maka Deepfake itu memakan semua indra anda. Misalnya anda yakin bahwa seseorang yang dilihat atau didengar di audio/video itu adalah tokoh politik ngomong A, padahal itu tipuan."

Pakar keamanan siber Gildas Deograt mengingatkan salah satu prinsip di ruang siber. Bahwa semakin canggih dan detail teknologi, maka semakin sulit untuk mendeteksinya. Apalagi sekarang sudah beredar Deepfake pemimpin dunia hingga artis Hollywood yang sempat viral.

"Anda bisa bayangkan kalau konten Deepfake itu diproduksi massal," ujar Gildas di sela FGD Manajemen Krisis Siber yang digelar BSSN di Jakarta, Kamis (10 Oktober 2019).

Gildas mengatakan semua pihak agar bersinergi untuk mengantisipasi Deepfake yang bisa saja muncul jelang Pemilu 2024.

Saat itu, kata dia, teknologi AI sudah jauh lebih berkembang dan masyarakat sudah hidup dengan koneksi 5G yang super cepat, sehingga informasi dan pesan beredar dengan cepat juga.

"Kita mungkin harus mengarah ke Society 5.0 dimana dalam kondisi itu membutuhkan revolusi pola pikir yang luar biasa. Ingat, revolusi pola pikir. Makanya sadar informasi itu penting karena informasi sekarang bisa dengan mudah dimanipulasi lalu diproduksi." 

#Deepfake   #ai   #ICSF   #ardisutedja   #gildasdeograt   #cyberthreat   #cybersecurity   #pemilu   #pilpres   #hoaks   #disinformasi   #mediasosial   #literasidigital

Share:




BACA JUGA
Demokratisasi AI dan Privasi
Jaga Kondusifitas, Menko Polhukam Imbau Media Cegah Sebar Hoaks
Menteri Budi Arie Apresiasi Kolaborasi Perkuat Transformasi Digital Pemerintahan
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
Microsoft Merilis PyRIT - Alat Red Teaming untuk AI Generatif