
Ilustrasi Parler
Ilustrasi Parler
Cyberthreat.id - Pengguna platform media sosial sayap yang telah dihapus dari Google Play Store dan App Store milik Apple, Parler, termasuk orang-orang yang mengunggah dari dalam fasilitas dan pangkalan militer Amerika Serikat.
Seperti dilaporkan Motherboard, Sabtu (16 Januari 2020), fakta itu terungkap dari lokasi GPS yang diambil dari Parler. Namun, data itu tidak bisa dijadikan bukti bahwa anggota militer aktif menggunakan platform kontroversi itu. Bisa jadi unggahan itu dibuat oleh orang sipil yang kebetulan bekerja atau sedang berada di sana, bisa juga keluarga anggota militer aktif.
Berita itu muncul ketika jaksa mengajukan tuntutan terhadap personel militer aktif dan mantan tentara karena berpartisipasi dalam kerusuhan di Capitol Hill yang merupakan pendukung Donald Trump.
Parler sendiri mengalami lonjakan pengguna setelah Twitter memblokir Donald Trump. Diketahui, Trump senang memakai Twitter untuk berkomunikasi dengan pendukungnya. Itu sebabnya, setelah Twitter mendepak Trump, para pendukungnya memilih Parler.
“Di AS, ada sekitar 182.000 unduhan pertama kali pada 8 Januari 2021, naik 355 persen dari sekitar 40.000 unduhan pada hari sebelumnya. Sejak Rabu, aplikasi tersebut telah mendapatkan sekitar 268.000 penginstalan dari seluruh toko aplikasi AS," tulis Sensor Tower, lembaga riset dan analisis aplikasi. (Lihat: Apa Itu Aplikasi Parler yang Mendadak Teratas di App Store?)
Parler menduduki urutan teratas unduhan di Amerika pada hari-hari kerusuhan Capitol Hill terjadi
Parler mengklaim diri sebagai “surga kebebasan bicara” dengan moderasi konten online yang mungkin paling longgar di antara platform lain. Namun, lantaran kontennya dinilai menghasut, Google dan Apple menghapusnya dari toko aplikasi mereka. Belakangan, Amazon menyusul dengan memutuskan layanan hosting untuk Parler. Walhasil, untuk sementara riwayat Parler tamat di dunia maya. (Baca juga: Media Sosial Parler Gugat Amazon karena Putuskan Web Hosting)
Namun begitu, sebelum Amazon memutuskan layanan hosting untuk Parler sekelompok orang berhasil mengarsipkan datanya dalam jumlah besar yang tersedia untuk umum seperti postingan, gambar, video, dan nama pengguna.
"Saya berharap ini dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban orang dan mencegah lebih banyak kematian," kata donk_enby, peretas yang memimpin proyek pengarsipan.
Salah satu data yang berhasil diarsipkan adalah lokasi GPS pengguna Parler dan beberapa metadata terkait.
Motherboard kemudian memplot koordinat tempat pengguna Parler memposting ke peta dan melapisi lokasi pangkalan militer AS menggunakan kumpulan data resmi yang diterbitkan oleh Departemen Transportasi dan dapat diakses publik. Dari sana, terlihat lusinan contoh pengguna Parler yang memposting dari dalam fasilitas militer.
Meskipun banyak konten di Parler yang menghujat, rasis, atau secara langsung menghasut kekerasan, memiliki akun di jejaring sosial tidak berarti bahwa pengguna selalu sayap kanan.
Meskipun data itu belum tentu membuktikan bahwa ada pengguna militer Parler yang menghadiri kerusuhan Capitol Hill, hal itu menunjukkan setidaknya beberapa pengguna Parler, yang merupakan situs sayap kanan, memiliki hubungan dengan militer.
Associated Press menemukan setidaknya 21 orang anggota militer aktif AS atau mantan militer berada di atau dekat kerusuhan Capitol. Pada hari Rabu pihak berwenang menangkap Jacob Fracker, seorang prajurit infanteri Garda Nasional Virginia dan Thomas Robertson, seorang veteran Angkatan Darat.
Minggu ini, Tam Pham, seorang petugas Departemen Kepolisian Houston, mengundurkan diri setelah Chief Art Acevedo meninjau postingan media sosial yang menunjukkan Pham berada di dalam Capitol selama kerusuhan pada 6 Januari lalu itu. Chief menghubungi FBI dan mengharapkan tuntutan federal akan diajukan.
Fakta itu membuat Angkatan Darat melakukan pemeriksaan keamanan tambahan untuk menentukan personil Garda Nasional mana yang akan dikerahkan saat pelantikan Joe Biden menggantikan Donald Trump. Sebab, dikhawatirkan anggota militer dapat bersimpati pada ideologi perusuh Capitol.
Kongres telah menuntut penyelidikan untuk menentukan sejauh mana ideologi supremasi kulit putih telah menembus jajaran militer.
"Mengerikan dan menjijikkan bahwa anggota militer dan veteran dapat terlibat dalam pemberontakan dalam upaya untuk menggulingkan pemerintah dengan kekerasan," kata Senator Richard Blumethal dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.
Supremasi kulit putih telah menjadi lebih populer dengan pasukan pada tahun lalu, menurut seorang pejabat senior Pertahanan kepada wartawan.
Seorang juru bicara Angkatan Darat AS mengatakan kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan bahwa "Angkatan Darat berkomitmen untuk bekerja sama dengan FBI saat mereka mengidentifikasi orang-orang yang berpartisipasi dalam serangan kekerasan di Capitol untuk menentukan apakah individu tersebut memiliki hubungan dengan Angkatan Darat. Semua jenis aktivitas yang melibatkan kekerasan, pembangkangan sipil, atau pelanggaran perdamaian dapat dihukum menurut Uniform Code of Military Justice atau di bawah hukum negara bagian atau federal. Untuk pertanyaan lebih lanjut, silakan hubungi DOJ."[]
Share: