
Stefan Thomas (kanan)
Stefan Thomas (kanan)
Cyberthreat.id - Malang betul nasib pria ini. Di saat dunia uang kripto sedang dilanda euforia lantaran harga Bitcoin naik gila-gilaan (awal tahun 2020 masih Rp90 juta dan sekarang bernilai Rp500 juta per keping), Stefan Thomas, seorang programmer kelahiran Jerman yang kini tinggal di San Francisco, Amerika Serikat, justru sedang meratapi nasibnya. Bagaimana tidak, ia terancam kehilangan 7.002 'keping' Bitcoin yang disimpannya sejak 2011 lalu. Tentu itu menjadi hal menyakitkan bagi Stefan. Jika dihitung-hitung, aset tak terlihat yang dimiliki tapi kini tak bisa diaksesnya itu kini bernilai sekitar Rp3 Triliun.
Kisahnya yang tragis itu menarik perhatian media besar dunia seperti The New York Times dan The Australian. Dalam laporan kedua media itu disebutkan, dia menyimpan Bitcoin itu dalam dompet digital berupa hard drive IronKey. Masalahnya, dia tidak bisa lagi mengaksesnya karena lupa password. Tadinya, ia menuliskan password-nya di secarik kertas. Malangnya, kertas itu telah raib entah kemana.
IronKey dikenal menggunakan protokol keamanan yang ketat. Thomas hanya punya kesempatan 10 kali untuk menebak password. Dan dia telah mencobanya 8 kali, menggunakan password yang biasa dipakainya di akun digital. Tapi semuanya tak ada yang cocok. Dia masih punya sisa 2 kesempatan lagi, sebelum benar-benar kehilangan akses selamanya terhadap Bitcoin miliknya. Di tengah rasa frustasi yang dialaminya, Thomas masih berharap bisa menemukan password-nya.
"Saya hanya akan berbaring di tempat tidur dan memikirkannya," kata Mr. Thomas. “Lalu saya akan pergi ke komputer dengan beberapa strategi baru, dan itu tidak akan berhasil, dan saya akan putus asa lagi.”
Thomas bilang, pada 2011, ketika tinggal di Swiss, dia menerima pembayaran 7.002 Bitcoin sebagai pembayaran untuk membuat video animasi yang menjelaskan cara kerja mata uang.
"Memori yang menyakitkan. Saya berharap orang lain bisa belajar dari kesalahan saya. Uji cadangan Anda secara teratur untuk memastikannya masih berfungsi. Satu ons pandangan ke depan bisa mencegah penyesalan selama satu dekade," kata Thomas dalam sebuah cuitan, merespon cerita tentang dirinya yang dipublikasikan The New York Times pada Selasa (12 Januari 2021).
Cuitan Stefan Thomas merespon pemberitaan New York Times.
Thomas tak sendirian. Perusahaan analis uang kripto Chainalysis mengatakan, dari 18,5 juta Bitcoin yang ada, sekitar 20 persen diantaranya tampaknya telah hilang atau terlantar lantaran pemiliknya lupa password seperti yang dialami Thomas. Hitung-hitungan Chainalysis, itu nilainya setara US$140 miliar.
Wallet Recovery Services, sebuah layanan yang membantu orang-orang yang kehilangan password akun digital, mengatakan mereka rata-rata mendapat 70 permintaan dalam sehari dari orang-orang yang membutuhkan bantuan mereka. Angka itu naik tiga kali lipat dari bulan lalu.
Brad Yasar, seorang pengusaha di Los Angeles yang memiliki beberapa komputer desktop berisi ribuan Bitcoin yang dia tambang sendiri sejak awal teknologinya ditemukan. Namun, seperti Thomas, Yassar juga telah bertahun-tahun kehilangan kata sandi dan tidak bisa mengakses hard drive berisi Bitcoin miliknya.
“Selama bertahun-tahun saya akan mengatakan bahwa saya telah menghabiskan ratusan jam mencoba untuk kembali ke dompet ini,” kata Brad Yasar.
Bitcoin memang berbeda sifatya dengan uang biasa. Jika akun digital layanan keuangan seperti PayPal atau Wells Fargo masih bisa diatur ulang kata sandi, itu tidak berlaku bagi dompet penyimpan Bitcoin seperti IronKey yang dipakai oleh Thomas.
Seperti diketahui, pencipta Bitcoin sebagai mata uang virtual yang dikenal sebagai Satoshi Nakamoto mengatakan bahwa ide dasar Bitcoin adalah untuk memungkinkan siapa pun di dunia ini membuka rekening bank digital dan menyimpan uang dengan cara yang tidak dapat dicegah atau diatur oleh pemerintah.
Singkatnya, Bitcoin diatur oleh jaringan komputer yang mengirimkan langsung uang virtual dari perangkat ke perangkat yang terhubung dengan internet. Dengan algoritma yang kompleks, sistem membuat sendiri alamat dan kunci pribadi yang hanya diketahui oleh pemilik dompet. Itu semacam memiliki bank sendiri bagi pemiliknya.
"Bahkan investor yang canggih sekali pun, sama sekali tidak mampu melakukan segala jenis pengelolaan kunci pribadi," kata Diogo Monica, saah satu pendiri perusahaan rintisan bernama Anchorage, yang membantu perusahaan menangani keamanan mata uang kripto.
Thomas sendiri masih berharap suatu saat akan menemukan cara memecahkan kata sandi dompet Bitcoinnya. Sekarang, dia mengaku telah menyimpannya pada tempat yang aman, untuk membantunya agar tidak selalu memikirkannya.
“Saya sampai pada titik di mana saya berkata pada diri saya sendiri, 'Biarlah itu menjadi masa lalu, demi menjaga kesehatan mental sendiri,” katanya.[]
Share: