
Ilustrasi | Foto: Freepik
Ilustrasi | Foto: Freepik
Jakarta,Cyberthreat.id – Fortinet, perusahaan cybersecurity, dalam sebuah penelitian menyebutkan, peranan wanita dalam dunia cybersecurity masih sangat minim. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa, wanita mewakili hampir 50% dari populasi keseluruhan dan tenaga kerja global. Tetapi, hanya 11% diantaranya yang bekerja di bidang cybersecurity.
Padahal perempuan memiliki peranan yang sama, bahkan lebih unggul dibandingkan kaum pria. Penelitian Fortinet, misalnya, meneliti tim yang terdiri dari aneka ragam gender dalam membuat keputusan yang lebih baik.
Disebutkan, dalam penelitian tersebut, Venture Capital / VC yang didanai, tim yang dipimpin wanita mendatangkan pendapatan 12 persen lebih tinggi untuk organisasi mereka daripada perusahaan VC yang didominasi pria. Sementara VC perusahaan dengan setidaknya satu wanita dalam posisi kepemimpinan mengungguli semua organisasi rekan pria sebesar 63 persen.
Country Manager Fortinet Indonesia Edwin Lim mengatakan, membangun tim yang inklusif gender bisa menjadi solusi. Dimana perekrutan wanita lebih banyak untuk mengisi bagian-bagian yang kosong. Hal ini juga secara bersamaan akan menciptakan perusahaan dengan kinerja yang lebih baik.
“Cybersecurity dapat menjadi karier yang hebat bagi siapa saja yang memiliki keterampilan. Kombinasi soft-skill kepemimpinan dan hard-skill dalam strategi cybesecurity, manajemen, pendidikan pengguna, penilaian risiko, dan operasi keamanan memenuhi syarat siapa pun, tanpa memandang jenis kelamin, identitas seksual, ras, atau latar belakang,” kata Edwin melalui siaran pers, Jumat, 28 Juni 2019.
Untuk membahas hal tersebut, Fortinet kemudian mengadakan webinar yang berjudul “Menyadari Manfaat Keanekaragaman Gender dalam Cybersecurity” untuk mengeksplorasi topik ini. Webinar analitik ini menampilkan dua pemimpin industri wanita yang paling berkualitas, Joyce Brocaglia dan Renee Tarun.
Menurut Joyce, bias gender merupakan masalah yang menonjol di dunia kerja cybersecurity. Ada banyak wanita saat ini di ruang cybersecurity (dan di luar ruang) yang memilih keluar dari peran tertentu karena hambatan yang terjadi secara tidak sadar yang mengakibatkan wanita kurang terwakili, terutama ketika mereka adalah minoritas ganda, seperti menjadi wanita dan memiliki kulit berwarna.
“Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan harus berhenti membungkam talenta dan mulai mengubah cara mereka memandang keterampilan dalam proses perekrutan dan promosi,” ungkap Joyce.
“Wanita untuk secara proaktif mengelola karier mereka di bidang teknologi. Dengan hanya mengambil beberapa langkah sederhana, perempuan dapat menyusutkan bias di lapangan dan bergerak menuju kesetaraan yang lebih besar," pungkas Joyce.
Share: