IND | ENG
Komisi I DPR: Polisi Siber Harusnya Utamakan Urusi Ribuan Penipuan Online, Bukan Bungkam Pengkritik

Logo Polisi Siber

Komisi I DPR: Polisi Siber Harusnya Utamakan Urusi Ribuan Penipuan Online, Bukan Bungkam Pengkritik
Tenri Gobel Diposting : Rabu, 30 Desember 2020 - 22:54 WIB

Cyberthreat.id -  Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan akan mengaktifkan polisi siber untuk menindaklanjuti informasi salah serta ancaman pembunuhan melalui dunia maya.

Menanggapi hal itu, anggota komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta mengatakan bahwa ada yang lebih utama yang harus dilakukan polisi siber yakni mengurusi ribuan penipuan online yang merugikan rakyat triliunan rupiah.

Sukamta menilai itu harus dilakukan polisi siber lantaran penipuan online kian marak. Sepengetahuan Sukamta, dalam 5 tahun terakhir jumlah laporan mencapai 13.520 dengan total kerugian mencapai Rp1,17 triliun, lebih dari setengahnya merupakan penipuan online.

"Laporan penipuan online mencapai 7.047 laporan lebih banyak dari laporan penyebaran konten provokatif 6.745 kasus," ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada Cyberthreat.id, Selasa (29 Desember 2020).

Meskipun penipuan online menimbulkan kerugian besar, di mata Sukamta, tidak ada langkah serius dan strategis yang dilakukan pemerintah.

"Pemerintah malah sibuk melakukan kontra wacana terhadap pengkritiknya," kata Sukamta.

Sukamta menilai jika tugas polisi siber lebih kepada menindak suara-suara kritis terhadap pemerintah maka itu berpotensi menghilangkan kebebasan berpendapat rakyat.

Menurutnya, indeks kebebasan sipil Indonesia tahun 2019 menurun dibandingkan tahun 2018 yang diakibatkan karena masyarakat yang takut bersuara atau merasa dihalangi. Kini akademisi, ulama, intelektual pun, kata Sukamta, jarang terdengar kritikannya yang dinilainya kemungkinan memilih diam.

"Tidak berpendapat kritis terhadap pemerintah agar aman dari pasal-pasal karet dalam UU ITE tajam dipergunakan untuk menjerat mereka yang kritis kepada pemerintah namun tumpul kepada pembela penguasa. Hal ini menjadi perseden buruk bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi yang di jamin UUD 1945," ujarnya.

Sukamta mengatakan bahwa pemerintahlah yang menciptakan lubang hoaks lantaran ketidakjelasan sebuah informasi  serta respon lambat dari pemerintah.

"Lubang informasi inilah yang kemudian diisi oleh informasi hoaks akibatnya masyarakat termakan isu hoax," kata Sukamta.

Masifnya hoaks dan tersebarnya konten provokatif, kata Sukamta, juga ditengarai karena semakin mudahnya akses teknologi. Namun, lemahnya budaya literasi menjadi penyebab utama masyarakat memakan hoaks.

Kendati demikian, terkait menyiasati lubang hoaks ini Sukamta menyarankan agar memaksimalkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Selama ini Kominfo hanya menjalankan fungsi informasi dengan pekerjaan paling terlihat yaitu memblokir website, akun media sosial. Sedangkan fungsi komunikasi yaitu membangun komunikasi dengan berbagai pihak yang kritis belum berjalan dengan baik.” katanya. []

#polisisiber   #penipuanonline   #keamanansiber

Share:




BACA JUGA
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
SiCat: Inovasi Alat Keamanan Siber Open Source untuk Perlindungan Optimal
BSSN Selenggarakan Workshop Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata
Pentingnya Penetration Testing dalam Perlindungan Data Pelanggan