IND | ENG
 Disebut Hacker, Tukang Servis Laptop Hunter Biden Tuntut Twitter Rp7 Triliun

Pembatasan oleh Twitter atas artikel tentag Joe Biden di New York Post

Disebut Hacker, Tukang Servis Laptop Hunter Biden Tuntut Twitter Rp7 Triliun
Yuswardi A. Suud Diposting : Selasa, 29 Desember 2020 - 17:15 WIB

Cyberthreat.id - Twitter dituntut membayar ganti rugi senilai US$ 500 juta (setara Rp7 triliun dengan kurs hari ini) oleh tukang service laptop milik Hunter Biden, anak presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden. Gara-garanya, pada bulan Oktober lalu, saat memblokir tautan ke cerita New York Post yang melibatkan tukang service komputer itu, Twitter beralasan pemblokiran dilakukan karena materinya hasil peretasan.

Dilansir dari Variety.com, tukang service komputer bernama John Paul Mac Isaac itu mendaftarkan gugatannya pada Senin (28 Desember 2020) di sebuah pengadilan distrik di Florida, Amerika Serikat. (Dokumen gugatan bisa diakses di sini).

Dalam gugatan itu disebutkan, keterangan "melanggar kebijakan tentang materi peretasan" --yang disematkan oleh Twitter saat memblokir tautan dari New York Post yang diunggah di platform media sosial itu, telah merugikan John Paul.

Kata Paul, karena tuduhan yang disematkan Twitter itu, dia harus menutup toko servis komputer miliknya di Wilmington. Karena itu, Paul merasa Twitter telah merugikan nama baiknya. Padahal, dalam artikel asli di New York Post, tidak disebutkan materi tulisan itu sebagai hasil peretasan, melainkan dipasok oleh penasehat hukum Donald Trump bernama Rudy Giuliani, yang diduga berasal dari sebuah laptop Macbook Pro yang diperbaiki tetapi belum diambil kembali oleh pemiliknya yakni Hunter Biden.

"Penggugat bukanlah peretas dan informasi yang diperoleh dari komputer bukan materi yang diretas karena penggugat secara sah memperoleh akses ke komputer," demikian antara lain bunyi gugatan itu.

Lantaran Twitter memberi label "melanggar materi hasil peretasan", Paul mengatakan dia sekarang dianggap sebagai peretas atau hacker. Akibatnya, toko komputer miliknya harus ditutup. Selain itu, dia juga menerima banyak ancaman dan kecaman secara online.


Pengumuman dari Twitter ketika menyebut artikel New York Post melanggar kebijakannya tentang materi hasil peretasan. | Sumber: Twitter

Belum ada pernyataan resmi dari Twitter terkait gugatan ini.

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika pada 14 Oktober 2020 lalu, Twitter memblokir orang-orang untuk mengunggah tautan yang mengarah ke artikel New York Post yang belum dikonfirmasi yang menuduh bahwa Joe Biden dan putranya Hunter Biden terlibat dalam bisnis korup di Ukraina dan China. Disebutkan, Hunter Biden memperkenalkan ayahnya kepada seorang eksekutif di perusahaan energi Ukraina, Burisma. Klaim itu berdasarkan sebuah email ucapan terima kasih dari eksekutif perusahaan itu yang dikirim kepada Hunter Biden. Keakuratan berita New York Post itu telah dipertanyakan oleh beberapa organisasi pemeriksa fakta.

Sehari kemudian, setelah protes bermunculan, Twitter merevisi kebijakannya.  Legal, Policy and Trust & Safety Lead Twitter, Vijaya Gadde, yang mengumumkan perubahan itu di Twitter mengatakan perusahaan "tidak akan lagi menghapus konten yang diretas kecuali secara langsung dibagikan oleh peretas atau mereka yang bertindak bersama-sama dengan mereka." Sebaliknya, Twitter akan melabeli cuitan dengan konteks alih-alih memblokirnya. (Baca: Buntut Pemblokiran Artikel Joe Biden, Twitter Ubah Kebijakan Soal Konten Hasil Peretasan).

Pada 30 Oktober, Twitter lagi-lagi memperbarui kebijakannya. Dikatakan Twitter tidak lagi membatasi cuitan tentang artikel New York Post itu. Bahkan, unggahan New York Post yang sebelumnya diblokir, dipulihkan kembali.

Gara-gara kebijakan itu, Twitter menghadapi kecaman dari Partai Republik yang merupakan partai pengusung Donald Trump lantaran kebijakannya dianggap mencegah orang-orang mengakses berita negatif tentang Joe Biden. Saat itu, Partai Republik mengancam akan mencabut pasal 230 Undang-undang Kepatutan Komunikasi yang melindungi platform media sosial untuk bertanggung jawab secara hukum atas konten yang diunggah pengguna di platformnya.

Dalam kesaksiannya di hadapan Senat pada bulan Oktober, CEO Twitter Jack Dorsey membela diri dengan mengatakan kebijakan itu ditempuh karena,"Kami tidak ingin Twitter menjadi sarana penyebaran materi hasil peretasan."Pada persidangan yang sama, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan perusahaannya juga membatasi distribusi cerita awal New York Post tentang Joe Biden sebagian berdasarkan peringatan FBI tentang potensi "operasi peretasan dan kebocoran" yang dapat menjadi bagian dari upaya manipulasi asing sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat yang berlangsung pada 3 November lalu.[]

#twitter   #joebiden   #hacker   #peretasan

Share:




BACA JUGA
Microsoft Ungkap Aktivitas Peretas Rusia Midnight Blizzard
Penjahat Siber Persenjatai Alat SSH-Snake Sumber Terbuka untuk Serangan Jaringan
Peretas China Beroperasi Tanpa Terdeteksi di Infrastruktur Kritis AS selama Setengah Dekade
Kanal Youtube Diretas karena Konten Kritis? Begini Kata Akbar Faizal
Google Cloud Mengatasi Kelemahan Eskalasi Hak Istimewa yang Berdampak pada Layanan Kubernetes