
Ilustrasi Zoom
Ilustrasi Zoom
Cyberthreat.id - Perusahaan Zoom Video Communications Inc. mengatakan telah memberikan informasi kepada beberapa jaksa dan regulator Amerika Serikat mengenai interaksi dengan China dan pemerintah luar negeri lainnya, serta masalah keamanan dan privasi pengguna.
Dilansir dari Bloomberg, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) dan dua kantor Kejaksaan negara itu telah menyelidiki Zoom selama berbulan-bulan, kata perusahaan yang berbasis di San Jose, California, Jumat dalam entri blog dan pengarsipan.
Perusahaan penyedia layanan konferensi video itu mengungkapkan pengawasan yang dihadapi bersamaan dengan dakwaan dari Departemen Kehakiman AS terhadap seorang mantan eksekutif Zoom di China yang diyakini membantu negara tirai bambu memblokir peringatan tragedi Tiananmen yang digelar secara virtual lewat aplikasi Zoom pada Juni lalu.
Staf yang berbasis di China, Xinjiang Jin, yang juga dikenal dengan "Julien Jin," didakwa secara in absentia karena berkonspirasi untuk menyensor para pembangkang China dengan mengganggu konferensi Zoom pada bulan Juni.
Menurut dakwaan, Jin bertindak sebagai penghubung antara Zoom dengan otoritas China dengan dalih keamanan nasional. Zoom mengatakan telah memberhentikan Jin selama penyelidikan internal. Seorang karyawan Zoom lain yang dicurigai membantu Jin juga telah diberhentikann sementara hingga penyelidikan selesai.
Zoom juga mengatakan telah menerima panggilan pengadilan dari Kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Timur New York, meminta informasi tentang interaksi dengan pemerintah asing dan partai politik, termasuk pemerintah China. Jaksa federal juga mencari detail tentang penyimpanan perusahaan dan akses ke data pengguna, kebijakan privasinya, dan tindakannya seputar pertemuan Tiananmen yang diduga terganggu oleh Jin.
Pada bulan Juli, Zoom menerima panggilan dari Kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Utara California dan SEC. Keduanya mencari dokumen dan informasi tentang masalah keamanan dan privasi, seperti enkripsi data Zoom, cara perusahaan menghitung metrik penggunaan, dan pengungkapan publik. Jaksa juga meminta informasi tentang kontak antara karyawan Zoom dan perwakilan pemerintah China, serta apakah pemerintah asing pernah mencoba atau berhasil memengaruhi kebijakan, praktik, atau tindakan perusahaan yang berkaitan dengan pengguna yang berbasis di AS. Zoom mengatakan pihaknya "sepenuhnya bekerja sama" dengan pertanyaan.
Popularitas Zoom telah meledak selama pandemi virus korona dengan jutaan orang terpaksa tinggal di rumah untuk membantu mencegah penyebaran Covid-19. Pekerja, siswa, dan keluarga mengandalkan layanan video-meeting untuk membuat mereka tetap terhubung dengan rekan kerja, guru, dan orang-orang tersayang.
Zoom menyelesaikan kasus pada bulan November dengan Komisi Perdagangan Federal AS, yang menuduh pembuat perangkat lunak tersebut menipu pelanggan tentang tingkat keamanan platformnya.[]
Share: