
Situs web patroli siber sebagai salah satu saluran pengaduan kasus-kasus kejahatan siber
Situs web patroli siber sebagai salah satu saluran pengaduan kasus-kasus kejahatan siber
Cyberthreat.id - Ketika mengalami kejahatan siber, tentunya Anda ingin pelakunya bisa ditangkap. Karena itu, Anda pun melaporkannya ke polisi dengan harapan pelakunya bisa dibekuk.
Namun, menurut pakar hukum masih banyak orang tidak melaporkan kejahatan siber ini. Beberapa orang yang melapor mengatakan kepada Cyberthreat.id bahwa laporannya seperti tidak ditindaklajuti oleh kepolisian.
Lalu, apa yang bisa dilakukan jika merasa laporannya belum ada perkembangan?
Menurut Kasubnit II Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kompol Ricky Boy Sialagan masyarakat yang merasa telah melaporkan ke pihak kepolisian tetapi merasa elum ada tindakan apapun dari polisi, bisa meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).
"Setiap perkara pasti kita kasih SP2HP ke pelapor terkait perkembangan penanganan kasusnya," ujarnya kepada Cyberthreat.id, Senin (21 Desember 2020).
Berdasarkan laman resmi Polri, polri.go.id, SP2HP merupakan hak bagi pelapor. Bila tidak diberikan atau mendapatkan SP2HP maka dapat melaporkannya ke atasan penyidik serta jika atasan penyidik juga tidak merespon maka diarahkan melapor ke Divisi Propam Kepolisian Daerah terkait. (https://www.polri.go.id/layanan-sp2hp)
Kendati demikian, jika merasa tidak ada perkembangan maka Ricky menyarankan masyarakat meminta SP2HP itu ke pihak kepolisian. SP2HP itu, lanjut Ricky, memiliki batas waktu sesuai jenis kasusnya.
Ricky menuturkan jika kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30. Untuk kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15,30,45, dan hari ke-60. Sedangkan jika tergolong kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15,30, 45, 60, 75 dan hari ke-90. Sedangkan kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20,40,60,80,100 dan hari ke-120.
Yang tergolong kasus ringan, kata Ricky, biasanya tersangkanya jelas, bukti ada, saksinya ada. Kemudian, kasus sedang tersangkanya belum diketahui. Sedangkan kasus sulit tersangka belum diketahui, dan bukti kurang. Ada pun untuk kasus sangat sulit, kata Ricky, tersangka tidak diketahui, saksi tidak ada yang mengetahui secara langsung, barang bukti terkait tidak ada.
"Ditambah lagi mungkin lokasi tersangka di luar negeri," tambahnya.
Ricky mengatakan bahwa perkara yang dilaporkan ke polisi terkadang belum tentu tindak pidana. Misalnya, kata Ricky, ada yang melaporkan dirinya ditipu orang lain padahal sebenarnya masalah hutang piutang.
"Jadi biasanya diawali dengan penyelidikan dahulu untuk perkara yang belum jelas perbuatan pidananya," ujarnya.
Setelah jelas perbuatan pidananya, maka dilanjutkan dengan penyidikan dan dicarilah pelakunya berdasarkan bukti yang ada.
Sehingga, tingkat kesulitan perkara, menurutnya, tidak bisa langsung saat masyarakat melaporkan langsung dikategorikan apakah perkara itu sulit atau mudah.
Untuk kasus kejahatan siber seperti pencurian data pribadi, Ricky mengatakan masyarakat tidak harus melaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Siber, melainkan cukup melaporkan ke kepolisian terdekat.
Saat ditanya pendapatnya apakah memang masyarakat masih malas untuk melaporkan jika terjadi kejahatan siber, Ricky mengatakan bahwa jika itu menyangkut perusahaan biasanya terkait reputasi.
"Kalau kebocoran database mungkin terkait reputasi sehingga tidak semua dilaporkan," kata Ricky.
Kendati demikian, Ricky mengatakan terkait kebocoran data itu pun bisa dilaporkan ke kepolisian. Jika kebocoran data individu, Ricky mencontohkan seperti yang menimpa Denny Siregar yang melaporkan ke Polda Metro Jaya, sementara Telkomsel yang dibocorkan datanya melaporkan ke Bareskrim.
Ricky mengakui bahwa tidak semua kasus yang dilaporkan ke polisi dirilis ke publik. Yang dirilis, kata dia, biasanya kasus yang viral di media. Namun, kata Ricky, tidak berarti kasus yang tidak viral dibiarkan terlantar. Sebagai buktinya, pelapor bisa meminta SP2HP.
Berdasarkan pantauan Cyberthreat.id pada laman patrolisiber.id, dari Januari hingga Mei 2020 setiap bulannya ada 300 lebih laporan yang masuk. Dari jumlah itu, yang telah selesai kasusnya sekitar 100-an saja.
Ditanya tentang tantangan yang dihadapi dalam mengusut kasus-kasus kejahatan siber, Ricky mengatakan salah satunya penipu atau peretas menggunakan akun anonim sehingga perlu diselidiki lebih dalam.
"Akun anonim cukup banyak. Butuh waktu untuk identifikasi pemilik akun anonim. Kadang ada yang cepat, tapi ada juga yang lama," kata Ricky.
Meski pihak kepolisian memiliki peralatan (tools) yang canggih, tetapi Ricky mengatakan tidak semudah itu juga. Namun, bukan berarti polisi akan berhenti mengejar pelakunya.
"Pelaku akan tetap diselidiki sampai tuntas, sesuai dengan hukum acara yang berlaku." ujarnya.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: