IND | ENG
Twitter Beri Label Manipulasi Fakta di Cuitan Politisi India, Pertama di Luar Amerika

Ilustrasi: boomlive.in

Twitter Beri Label Manipulasi Fakta di Cuitan Politisi India, Pertama di Luar Amerika
Yuswardi A. Suud Diposting : Jumat, 04 Desember 2020 - 21:30 WIB

Cyberthreat.id - Untuk pertama kalinya, Twitter memberi label "media hasil manipulasi" untuk sebuah unggahan politisi di luar Amerika Serikat yakni di India. Sebelumnya, sejak Maret lalu Twitter melakukannya pada unggahan yang tidak akurat dari politisi di Amerikaa, termasuk Presiden Donald Trump.

Tindakan Twitter ini seolah menjawab kritikan agar Twitter menerapkan standar yang sama ke semua negara di dunia, seperti yang dilakukan terhadap politisi Amerika.

Dilansir dari Buzzfeednews, label peringatan "media hasil manipulasi" itu muncul di bawah sebuah video yang diunggah oleh Amit Malviya yang merupakan kepala departemen media sosial Partai Bharatiya Janata yang sedang berkuasa di India.

Video berdurasi tiga detik itu dimaksudkan untuk membantah sebuah foto yang diunggah oleh politisi oposisi bernama Rahul yang memperlihatkan seorang polisi mengayunkan tongkat untuk memukul seorang petani tua dalam sebuah protes memprotes kebijakan pertanian baru di India.

Namun, Amit Malviya mencoba membantahnya dengan menguggah video 3 detik itu sembari mengatakan bahwa "ayunan tongkat polisi bahkan tidak mengenai tubuh petani tua itu."


Tangkapan layar cuitan Amit Malviya @amitmalviya yang diberi label "media hasil manipulasi" oleh Twitter

Namun, sebuah situs pengecekan fakta mengatakan, dalam video yang lebih panjang, seorang anggota polisi lain menyerang lelaki tua itu dan tidak terlihat dalam rekaman singkat yang diunggah oleh Amit Malviya. Pria itu bahkan memperlihatkan luka-luka yang dialaminya kepada pers.

Twitter juga menerapkan label peringatan serupa ke video yang sama yang diunggah oleh orang lain.

Malviya sendiri tidak menanggapi permintaan komentar dari BuzzFeed, sementara juru bicara Twitter mengatakan dia melanggar kebijakan perusahaan terhadap media yang direkayasa.

"Tweet yang direferensikan diberi label berdasarkan kebijakan Media Sintetis dan Manipulasi kami," kata juru bicara Twitter.

Ketika label peringatan itu diklik, pengunjung diarahkan ke situs pemeriksa fakta Boomlive dan Altnews.in yang mengatakan bahwa video yang diunggah Malviya sudah diedit.

"Pukulan itu mengenai betis saya tetapi lukanya di sana tidak separah karena dilindungi oleh lapisan tebal yang saya pakai di bawah celana untuk menangkal hawa dingin," kata lelaki dalam video itu seperti dikutip BoomLive yang dijadikan rujukan oleh Twitter.

"Mereka dapat mengatakan saya belum terkena tetapi saya di sini jika mereka ingin datang dan melihat luka-luka saya," tambah petani bernama Sukhdev Singh asal Kapurthala, Punjab itu.

Di masa lalu, Twitter telah menghapus dan menyembunyikan cuitan dari Presiden Brasil Jair Bolsonaro dan politisi Brasil Osmar Terra karena melanggar kebijakannya terhadap informasi yang salah terkait virus corona.

Aktivis hak digital telah lama mengatakan bahwa perusahaan teknologi Amerika belum berbuat cukup untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh platform mereka di luar AS dan Eropa. Platform seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, dan YouTube telah dituduh tidak hanya mempolarisasi wacana politik, tetapi juga memicu pembantaian etnis di Sudan Selatan, hukuman mati tanpa pengadilan di India, dan genosida di Myanmar.

“Dalam hal pelabelan misinformasi dan konten yang dimanipulasi, perusahaan mulai mengambil lebih banyak tindakan, tetapi mereka masih perlu melakukan yang lebih baik di luar Amerika Serikat,” kata Dia Kayyali, direktur asosiasi advokasi di Mnemonic, sebuah organisasi hak asasi manusia.

“Kami melihat mereka menuangkan sumber daya yang besar ke AS dan melakukan lebih banyak konten daripada yang bisa dibayangkan siapa pun. Sayangnya, sampai sekarang, mereka belum mencurahkan banyak sumber daya di luar AS," tambahnya.

Di India, para ahli mengatakan bahwa Twitter dipaksa untuk melabeli tweet Malviya setelah secara konsisten diingatkan oleh pers, pemeriksa fakta, dan orang-orang di media sosial.

“Ini adalah hasil dari kritik selama bertahun-tahun,” Pratik Sinha, editor Alt News, situs pengecekan fakta India, mengatakan kepada BuzzFeed News. Tapi, dia berkata, “ini adalah langkah pertama. Masih terlalu dini untuk bahagia. "

Di sisi lain, menyalahkan unggahan politisi dari partai berkuasa, yang bisa jadi dianggap sebagai pembenaran atas cuitan politisi oposisi, mungkin saja akan membuat Twitter dianggap berpihak ke salah satu partai.

Tahun lalu, politisi dari BJP menuduh Twitter memiliki "bias" terhadap kaum konservatif. Itu terjadi ketika Colin Cromwell, wakil presiden kebijakan publik global Twitter, menerbitkan entri blog berjudul "Mencatat langsung di Twitter India dan ketidakberpihakan". Tiga hari kemudian, komite parlemen India mengecam para eksekutif perusahaan di  India tentang dugaan bias perusahaan.

Twitter menolak memberikan rincian tentang mengapa memutuskan untuk melabeli tweet Malviya secara khusus. "Untuk menentukan apakah media telah diubah atau dibuat secara signifikan dan menipu, kami dapat menggunakan teknologi kami sendiri atau menerima laporan melalui kemitraan dengan pihak ketiga," kata juru bicara Twitter.[]

#manipulasifakta   #twitter   #hoaks   #disinformasi

Share:




BACA JUGA
Jaga Kondusifitas, Menko Polhukam Imbau Media Cegah Sebar Hoaks
Menteri Budi Arie Apresiasi Kolaborasi Perkuat Transformasi Digital Pemerintahan
Butuh Informasi Pemilu? Menteri Budi Arie: Buka pemiludamaipedia!
Agar Tak Jadi Korban Hoaks, Menkominfo: Gampang, Ingat BAS!
Menkominfo Imbau Platform Digital Aktif Tekan Sebaran Konten Negatif PemiluĀ