
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Seorang operator ruang obrolan (chat rooms) di Korea Selatan divonis 40 tahun penjara atas dakwaan memeras (blackmailing) terhadap puluhan perempuan, termasuk anak di bawah umum untuk merekam video seksual, lalu menjualnya.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul menyatakan, Cho Ju-bin (24) menggunakan berbagai metode untuk memikat dan memeras sejumlah besar korban agar membuat konten pelecehan seksual dan membagikannya kepada banyak orang untuk waktu yang lama.
“Dia secara khusus mengungkapkan identitas banyak korban dan menyebabkan luka yang mendalam bagi korban,” ujar juru bicara pengadilan Kim Yong Chan seperti dikutip dari APNews, diakses Minggu (29 November 2020).
Cho menyatakan dirinya hanya menipu korban untuk membuat video, tetapi mengklaim “tidak memeras atau memaksa mereka.”
Kim mengatakan pengadilan memutuskan untuk “mengisolasi Cho dari masyarakat untuk waktu yang lama” dengan pertimbangan sikap dan keseriusan kejahatannya.
Cho diberi waktu sepekan untuk melakukan banding.
Jaksa sebelumnya mendakwa Cho dan tujuh rekannya pada Juni lalu karena diduga memproduksi video pelecehan seksual dari 74 korban, 16 di antaranya anak di bawah umur, dan mendistribusikannya di aplikasi perpesanan Telegram, di mana pengguna membayar dalam cryptocurrency untuk menonton mereka pada 2019-2020.
Jaksa menyebut kelompok Cho sebagai "lingkaran kriminal" yang terdiri dari 38 anggota. Pada Kamis kemarin, pengadilan Seoul menghukum lima rekan Cho, salah satunya berusia 16 tahun, dengan penjara selama 15 tahun.
Ketika Cho ditampilkan di depan media setelah penahanan pertamanya di kantor polisi pada Maret lalu, Cho berkata, "Terima kasih telah menghentikan kehidupan iblis (saya) yang tidak bisa berhenti."
Kasus Cho telah memicu kegemparan publik yang intens dan pencarian jiwa di Korea Selatan atas budaya yang menurut beberapa ahli terlalu lunak tentang kekerasan seksual.
Presiden Moon Jae-in sebelumnya menyerukan penyelidikan menyeluruh dan hukuman keras bagi mereka yang mengoperasikan ruang obrolan tersebut dan penggunanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Selatan telah berjuang untuk mengatasi apa yang pemerintah gambarkan sebagai kejahatan seks digital. Selain dari ruang obrolan itu, ada pula modus penyebaran foto dan video intim yang diambil dengan smartphone atau kamera mata-mata kecil yang disembunyikan di ruang publik dan gedung—isu yang memicu protes besar-besaran pada 2018.[]
Share: