
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly | Cyberthreat.id/Tenri Gobel
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly | Cyberthreat.id/Tenri Gobel
Cyberthreat.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyoroti kejahatan siber yang berpotensi menyerang pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang kini melakukan transformasi digital menggunakan internet.
"UMKM dinilai sebagai korban yang potensial karena pengusaha seperti ini jarang memperhatikan security dan perlindungan data informasi termasuk identitas pelanggan," kata Yasonna dalam acara "Potensi Ancaman 'Cyber Crime' Bagi Pelaku Bisnis", Kamis (19 November 2020).
Mengutip studi dari perusahaan keamanan global cybersecurity yang tidak disebutkan namanya, Yasonna mengatakan ada ratusan ribu serangan yang menargetkan pelaku UMKM di kawasan Asia Tenggara pada triwulan pertama 2020.
"Adapun UMKM Indonesia mendapatkan lebih dari 192 ribu serangan, meningkat dari tahun 2019 yang masih 158 ribu serangan," kata Yasonna.
Lebih lanjut, Yasonna mengatakan serangan menyasar UMKM itu terkait dengan pencurian data pribadi dan finansial seperti nomor kartu kredit.
Big data untuk meningkatkan keamanan
Mengenai data, Yasonna mengatakan big data bisa menjadi salah satu sumber kejahatan lintas negara.
"Terutama apabila si pelaku mampu menemukan modus yang lebih canggih dari jangkauan alat-alat keamanan negara," katanya.
Big data ini, kata Yasoona, dapat menjadi ancaman karena dengan data itu peretas dari jarak jauh dapat mengendalikan operasinya. Yasonna pun mengatakan bahwa saat ini perang kecanggihan antara para peretas melibatkan para pelaku kejahatan lintas negara dan aparat keamanan negara.
Oleh karena itu, Yasonna mengatakan lebih baik melakukan prediksi serangan sebelum mereka menyerang serta mengidentifikasi kelemahan sistem kita sendiri sebelum diketahui oleh para peretas.
Meski big data bisa disalahgunakan untuk melakukan kejahatan siber, Yasonna mengatakan itu juga dapat digunakan untuk melakukan pertahanan dari kejahatan siber.
"International Institute of Analytics memprediksi bahwa data besar untuk analitik keamanan akan menjadi garis pertahanan pertama dalam hal deteksi dan pencegahan ancaman," ujarnya.
Kendati demikian, Yasonna mengutip perkataan seorang pakar bidang keamanan siber yang mengatakan bahwa setiap entitas saat ini penting untuk mempertimbangkan potensi penggunaan big data untuk mempertahankan pelanggan dan aset mereka terhadap ancaman siber yang terus berkembang.
"Mereka yang serius dalam melindungi jaringannya harus mampu melampaui solusi keamanan tradisional dan menerapkan analitik skala besar dan canggih pada platform data konvergensi, menggabungkan deteksi anomali dan pembelajaran mesin untuk melindungi bisnis mereka dalam perang melawan kejahatan siber," tambah Yasonna.
Big data, kata Yasonna, dapat menangkap, memfilter, menganalisis jutaan kejadian sehingga solusi ini dapat bekerja pada sebagian besar sumber data yang tidak terstruktur seperti email, media sosial, gambar, video, berita, dan banyak lainnya.
Yasonna berpendapat memang tidak mudah mengatasi permasalahan kejahatan siber. Namun, kita tidak boleh kalah canggih dari penjahat dunia maya. Untuk itu, kata dia, setiap kelompok usaha wajib menerapkan keamanan siber untuk mencegah persebaran kejahatan siber dan juga kolaborasi antar pihak mesti diperkuat.
"Dibutuhkan kerjasama dengan baik di banyak pihak di berbagai negara. Kita tidak boleh kalah canggih dari penjahat dunia maya. Kita harus selalu jauh lebih maju dan canggih daripada mereka. tidak boleh sama sekali ketinggalan langkah," kata Yasonna. []
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: