
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar mempertanyakan mengapa data agama atau keyakinan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Data Pribadi (PDP) tidak diklasifikasikan sebagai data spesifik atau data sensitif.
Draf UU PDP menyebutkan pada Pasal 3 ayat 2, data agama masuk dalam klasifikasi data pribadi bersifat umum, bukan bersifat spesifik atau sensitif.
Sementara, data spesifik yang disebutkan dalam RUU, antara lain data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Wahyudi, agama atau keyakinan dikategorikan sebagai data sensitif atau spesifik di negara ASEAN, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Apalagi, data agama ini bisa menimbulkan diskriminasi langsung.
"Kenapa data anak, data keuangan, dan data catatan kejahatan justru dikualifikasikan sebagai data sensitif, sedangakan terhadap data agama/keyakinan tidak dikualifikasikan sebagai data sensitif. Padahal harus diakui praktek diskriminasi terhadap agama masih terjadi di indonesia," ujarnya dalam sedaring bertajuk "Memastikan Pelindungan Data Sensitif: Hak Asasi Manusia dalam RUU Pelindungan Data Pribadi", Kamis (5 November 2020).
Oleh karena itu, Wahyudi menanyakan apa yang melatarbelakangi data agama tidak masuk ke data pribadi bersifat spesifik.
Selain itu, Wahyudi juga menyoroti terkait data pribadi anak yang belum diatur di RUU PDP. Ia berharap RUU bisa berkaca pada General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa yang sangat ketat mengatur data anak-anak.
"Data anak mestinya diatur perlindungan khusus data anak, dengan pertimbangan mereka mungkin kurang menyadari risiko, konsekuensi, dan hak-hak mereka. Khususnya, data pribadi anak untuk tujuan pemasaran, membuat profil pribadi, atau pengumpulan dan penggunaan data pribadi anak ketika menggunakan layanan yang ditawarkan langsung kepada anak," kata Wahyudi.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: