
TikTok dan WeChat | Foto: VCG via Caixinglobal.com
TikTok dan WeChat | Foto: VCG via Caixinglobal.com
Cyberthreat.id – Pemilik aplikasi TikTok dan WeChat masih terus berjuang untuk mendapatkan operasional bisnisnya di tengah “rongrongan” pemerintah Donald Trump.
Cara untuk memperlambat eksekusi larangan adalah pengadilan. Kedua aplikasi asal China itu kini tengah berjuang di pengadilan distrik AS menentang kebijakan larangan yang dikeluarkan Departemen Perdagangan AS.
Sedianya TikTok mulai dilarang untuk diunduh di toko aplikasi AS (Google Play Store dan App Store) per 27 September 2020 pukul 23.59 waktu setempat. WeChat lebih dulu dilarang pada 20 September meski sehari sebelumnya hakim distrik di California mengeluarkan perintah agar larangan dibatalkan.
Dalam dua putusan terpisah, hakim mempertanyakan bukti bahwa data pengguna Amerika sedang diakses oleh pemerintah China sehingga membahayakan keamanan nasional AS dan mendorong perintah luar biasa oleh Departemen Perdagangan.
Baca:
Hakim Distrik Columbia Carl Nichols, yang mengeluarkan perintah pada Minggu (27 September) malam menunda sementara larangan.
“Pemerintah telah memberikan banyak bukti bahwa China menghadirkan ancaman keamanan nasional yang signifikan meski bukti spesifik dari ancaman yang ditimbulkan oleh (TikTok), serta apakah larangan adalah satu-satunya cara efektif untuk mengatasi ancaman itu, tetap kurang substansial,” tulis Nichols dalam argumennya yang dirilis Senin (28 September) seperti dikutip oleh Reuters, diakses Selasa (29 September).
Dalam kasus WeChat, Hakim Laurel Beeler di California menulis bahwa "pemerintah telah menetapkan bahwa aktivitas China meningkatkan masalah keamanan nasional yang signifikan, hanya ada sedikit bukti bahwa larangan efektif WeChat untuk semua pengguna AS mengatasi kekhawatiran tersebut."
Beeler menetapkan sidang pada 15 Oktober atas permintaan Departemen Kehakiman agar mempertimbangkan kembali keputusannya dan mengizinkan perintah putusan tentangWeChat segera berlaku.
Pemilik TikTok, ByteDance dan pemilik WeChat, Tencent Holdings membantah bahwa aplikasi tersebut digunakan untuk memata-matai orang Amerika.
Nichols, orang yang ditunjuk Trump, mengantisipasi pengajuan hukum lebih lanjut oleh pemerintah dan TikTok sebelum keputusan akhir tentang apakah akan memblokir pembatasan lain yang ditetapkan pada 12 November.
Nichols juga menolak upaya Departemen Kehakiman untuk menerapkan Undang-Undang Spionase, yang mengizinkan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati bagi mereka yang berbagi rahasia pertahanan AS.
“Tidak masuk akal bahwa film, foto, seni, atau bahkan informasi pribadi yang dibagikan pengguna AS di TikTok termasuk dalam makna sederhana dari Undang-Undang Spionase,” tulis Nichols.[]
Share: