
Tangkapan layar webinar SiberminBaper
Tangkapan layar webinar SiberminBaper
Cyberthreat.id - Pendiri dan CEO Cyber Army Indonesia (CyberArmyID), Girindro Pringgo Digdo, mengungkapkan bahwa konten pornografi dapat dimanfaatkan oleh penjahat siber untuk melakukan kejahatan, salah satunya untuk menyebar malware jahat.
Hal itu disampaikan Girindro dalam seri webinar Sibermin Bawa Pesan Siber (SiberminBaper) yang digelar oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Kamis (24 September 2020) dengan tema 'Kita dan Online Pornography.'
Menurut Girindro, saat mengakses konten pornografi, banyak pengguna yang tidak menyadari jika dirinya telah terinfeksi malware. Malware ini dapat melakukan beragam pekerjaan, mulai dari mencuri data pengguna sampai menghapus data pengguna.
"Saat pengguna mengklik satu tautan, saat itulah malware terpasang di ponselnya. Banyak pengguna yang tidak menyadarinya," ujarnya dalam diskusi online yang menggunakan platform Jumpa.id.
Girindo menmbahkan, secara teknis, tanda-tanda perangkat telah terinfeksi malware diantaranya perangkat terasa panas saat tidak digunakan, muncul banyak iklan (adware) saat sedang mengakses internet, dan kuota yang tiba-tiba habis.
"Kalau sudah ada tanda-tanda begitu patut dicurigai apakah di ponsel terinstal malware atau tidak," ujarnya.
Hal itu diperkuat dengan riset keamanan siber oleh Kaspersky yang menemukan bahwa serangan siber berkedok konten pornografi pada 2019 meningkat dua kali lipat dibandingkan 2018. Rinciannya, pada 2018 ditemukan 19.699 kasus, dan melonjak menjadi 42.973 pada 2019.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja, mengatakan pornografi menjadi salah satu ancaman serius di ruang siber. Selama 2019 lalu, aduan konten negatif yang masuk sebanyak 431.065. Aduan tersebut didominasi oleh konten pornografi sebanyak 56,7%.
"Di sini terlihat kalau masalah pornografi ini harus menjadi satu perhatian juga," ungkap Setiawan.
Setiawan mengatakan, terkait dengan masalah pornografi ini, negara harus membuat grand strategy untuk mengurangi dan mencegah penyebaran konten pornografi di ruang siber. Selain untuk mengurangi kejahatan siber, juga untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi.
"Ini tidak boleh diabaikan karena bahaya pornografi sangatlah banyak, bahkan 90% anak sudah mengakses pornografi sejak berusia 11 tahun," ujarnya.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: