
TikTok | Foto: Unsplash
TikTok | Foto: Unsplash
Cyberthreat.id – Perusahaan aplikasi berbagi video, TikTok, mengharapkan hakim Amerika Serikat membatalkan perintah Departemen Perdagangan AS yang melarang toko aplikasi (milik Google dan Apple) menyediakan aplikasi TikTok.
TikTok mengatakan, pada Rabu (23 September 2020), pelarangan di toko aplikasi tersebut "tidak didorongi oleh murni masalah keamanan nasional, tapi pertimbangan politik yang berkaitan dengan pemilihan umum yang akan datang."
TikTok mengatakan jika perintah itu tidak diblokir, "ratusan juta orang Amerika yang belum mengunduh TikTok akan tertutup dari komunitas online yang besar dan beragam ini”, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (24 September 2020)
Pada Sabtu (19 September), induk perusahaan TikTok berkantor di Beijing, ByteDance, dikabarkan bersepakat dengan proposal pembelian dari Walmart dan Oracle.
Penjualan TikTok AS didorong oleh ancaman Presiden AS Donald Trump pada Agustus lalu. ByteDance diberi waktu 90 hari untuk melepas kepemilikan TikTok atau tak bisa beroperasi di AS.
Awalnya, Microsoft yang getol ingin membeli TikTok, tapi batal karena tidak ada kecocokan. Tawaran yang mungkin masuk akal bagi ByteDance datang dari Oracle Corp (perusahaan perangkat lunak) dan Walmart Inc (perusahaan ritel).
Kesepakatan ketiganya ialah membentuk perusahaan baru bernama TikTok Global. Terjadi pernyataan berbeda antara ByteDance dan Oracle-Walmart.
Pada Senin lalu, ByteDance menyebutkan bahwa Oracle-Walmart akan mendapatkan saham masing-masing 12,5 persen dan 7,5 persen. TikTok Global, kata perusahaan, juga bakal di bawah kendali ByteDance.
Sementara, pada hari yang sama Oracle mengatakan kepemilikan ByteDance atas TikTok akan didistribusikan kepada investor ByteDance, dan perusahaan yang berkantor di Beijing itu tidak akan memiliki saham di TikTok Global.
Trump juga sebelumnya mengancam bahwa dirinya tidak akan menyetujui kesepakatan pembelian jika ByteDance masih memegang kendali atas TikTok.
Terkait dengan permintaan agar hakim AS membatalkan larangan TikTok di toko aplikasi, tampaknya terpicu oleh hasil gugatan Aliansi Pengguna WeChat AS ke pengadilan federal di San Fransisco. WeChat adalah aplikasi pesan daring milik Tencent Holdings asal China.
Pada Sabtu (19 September 2020), hakim yang memimpin sidang gugatan tersebut mengeluarkan perintah awal bahwa larangan blokir WeChat dari toko aplikasi per Minggu (20 September) tidak boleh berlaku.
Hakim AS Laurel Beeler saat itu mengatakan dalam putusannya bahwa pengguna WeChat yang menggugat “telah menunjukkan pertanyaan serius tentang manfaat klaim Amandemen Pertama”.
Tindakan pemerintah tersebut akan mempengaruhi hak pengguna sesuai Amandemen Pertama Konstitusi. Ini karena larangan efektif pada aplikasi, kata hakim, akan menghapus platform komunikasi pengguna (dalam hal ini penggugat), demikian seperti dikutip dari APNews, Minggu (20 September) diakses pada Senin (21 September).
Pada Amendemen Pertama Konstitusi AS, menurut Wikipedia, menyebutkan bahwa Kongres dilarang membuat undang-undang yang isinya membentuk suatu agama, melarang praktik agama secara bebas, serta menghambat kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk berkumpul secara damai, dan kebebasan untuk menyampaikan petisi kepada pemerintah terkait dengan ganti rugi atas keluhan mereka.[]
Share: