
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini masih membahas terkait dengan pembiayaan pembangunan Pusat Data Nasional yang ditargetkan selesai pada 2023.
"Soal pembiayaan tersebut masih didiskusikan. Entah itu pembiayaannya dari mana pun: Prancis, Korea Selatan, maupun APBN sampai saat ini masih proses diskusi," ujar Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, Dedy Permadi dalam Pekan Industri 4.0 @ Online: Cloud Computing Backbone Industri 4.0, Selasa (22 September 2020) yang digelar secara daring.
Menurut Dedi, dalam membangun Pusat Data Nasional, Kemkominfo menganut prinsip blended financing atau pembiayaan terpadu antara beberapa jenis pembiayaan.
Oleh karenanya, pembiayaan tidak mengacu pada satu sumber pembiayaan saja lantaran alokasi anggaran dari APBN tidak cukup besar untuk Pusat Data Nasional. Namun, ia tak menjelaskan berapa alokasi anggaran dari APBN untuk proyek tersebut.
"Pembiayaan yang kita butuhkan adalah US$ 400 juta (sekitar Rp 5,9 triliun) sehingga solusinya blended financing," tutur Dedi.
Ia menegaskan, kalau pun ada investasi dari pemerintah Prancis atau Korea Selatan—kemungkinan paling besar bekerja sama dengan Prancis—, perlu dicatat, tidak ada keterkaitan sama sekali antara desain dan proses pembangunan Pusat Data Nasional dengan pemerintah Prancis.
Menurut Dedi, ada dua proses yang berbeda antara finansial dan pembangunan. Bisa dipastikan, kata dia, proses pembangunan, desain, dan otoritas yang ada di dalamnya “sepenuhnya ada di bawah otoritas pemerintah Indonesia.”
"Pembiayaan tersebut tidak mempengaruhi proses pengamanan data di Pusat Data Nasional," Dedi menjelaskan.
Ke depan, pembiayaan untuk pembangunan Pusat Data Nasional ini juga akan melibatkan industri di dalam negeri, ujar Dedi.
Pada 17 Juli 2020, dalam keterangan persnya, Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan, pemerintah Prancis memiliki keseriusan untuk mengambil bagian dari proyek Pusat Data Nasional.
Menurut Johnny, Prancis telah memiliki pembiayaan dan teknologi yang memadai terkait proyek PDN. "Jadi, kami meminta kesiapan dan kesediaan Prancis untuk mempercepat proyek pembangunan data center pemerintah di Indonesia. Ini dibiayai oleh pemerintah Prancis," ujar Johnny.
Terkait pembiayaan tersebut, muncul kritik dari anggota Komisi 1 DPR RI, Sukamta yang mempertanyakan kebijakan proyek Pusat Data Nasional dibiayai oleh pemerintah asing.
"Mengapa untuk bangun data center yang merupakan infrastruktur vital pemerintah harus dengan dana asing? Semua data pemerintah akan ada dalam pusat data tersebut," kata Sukamta dalam siaran pers, Kamis (30 Juli 2020).
Wajar saja timbul kekhawatiran besar apabila ada campur tangan asing dalam infrastruktur kritis, kata dia. "Saya ingatkan pemerintah tentang kedaulatan data. Jangan sampai kedaulatan data kita tergadaikan nantinya," ujar dia.
Sukamta meminta pemerintah untuk lebih memperjelas skema kerja sama pembangunan pusat data nasional menggunakan dana asing."Apakah mereka ikut dalam spesifikasi teknis dan implementasinya? Jika ya, tentu ini sangat mengkhawatirkan," ujar dia.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: